Konsep Diri ( Self Concept )


.        
  Definisi konsep diri
Konsep diri adalah gambaran atau pandangan terhadap dirinya sendiri yang mencangkup pemikiran, persepsi dan perbuatan (Potter & Perry, 2009). Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan, dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Menurut Burns, 1993 dalam Perry&Potter, 2005, konsep diri adalah suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan orang-orang lain berpendapat, mengenai diri kita, dan seperti apa diri kita yang kita ingin. Sedangkan menurut Mulyana, 2007, konsep diri adalah pandangan individu mengenai siapa diri individu, dan itu bisa diperoleh lewat informasi yang diberikan lewat informasi yang diberikan orang lain pada diri individu.

      Komponen konsep diri
   Konsep diri merupakan citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi. Konsep diri ini bersifat sebagai kerangka acuhan dalam mempengaruhi individu saat berhadapan dengan situasi interaksi dengan orang lain.
 Komponen yang membentuk konsep diri menurut adalah:

a.      Citra tubuh (body image)
               Citra tubuh adalah sikap positif tentang atribut fisik seseorang, karakteristik penampilan dan kinerja. Citra tubuh bersifat dinamis karena perubahan yang berada dalam tubuh baik struktur maupun fungsi baik pertumbuhan maupun perkembangan merupakan perubahan yang normal. Tubuh merupakan manifestasi dari bentuk fisik seseorang. Sedangkan citra tubuh menjelaskan bagaimana seseorang menggambarkan dan merasakan dirinya. Citra tubuh membentuk persepsi seseorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik, persepsi dari pandangan orang lain, pertumbuhan kognitif, perkembangan fisik, nilai kultur dan sosial juga mempengaruhi citra tubuh.
b.      Harga diri
              Harga diri adalah rasa sesorang  mengenai nilai diri, rasa ini adalah suatu evaluasi dimana sesorang membuat atau mempertahankan diri. Harga diri dapat dipahami dengan memikirkan hubungan antara konsep diri sesorang dan ideal diri. Harga diri atau self esteem berkembang menyeluruh mulai dari tahap perkembangan atau pertumbuhan anak sampai dewasa. Harga diri positif bukan suatu kesombongan, malainkan suatu penghargaan terhadap diri sendiri. Mengidentifikasi hasil daripada positive self esteem akan membantu kita untuk meningkatkan harga diri masing-masing individu.
1)      Karakteristik harga diri yang positif
Individu dengan harga diri yang positif (positive self esteem) pasti akan memiliki sikap yang positif, kepercayaan yang positif, dan mempunyai asumsi yang positif pula mengenai diri mereka dengan menunjukkan beberapa cara dibawah ini :
·         Individu dengan dengan harga diri yang positif mereka akan melihat diri mereka sendiri menjadi berharga dan bermanfaat
·         Mereka tahu bahwa mereka memiliki hak untuk hidup
·         Mereka percaya bahwa mereka memiliki hak untuk menjadi diri mereka sendiri yang unik sepanjang itu tidak merugikan atau tidak menciderai yang lainnya.
·         Mereka percaya diri dan mereka pada dasarnya adalah sama dengan orang lain dan sangat bertanggung jawab
·         Mereka percaya bahwa mereka memiliki keadilan yang sama dengan orang lain.
·         Individu dengan positive self esteem mereka akan puas dengan diri mereka, walaupun banyak kekurangan dan selalu akan meningkatkan.
c.       Identitas diri.
Identitas diri adalah sensasi individualitas dan keunikan yang disadari dan secara kontinu muncul sepanjang hidup yang merupakan bagian ketiga dari pola konsep diri yang normal. Identitas mencakup rasa internal mengenai individualistik, keutuhan dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Seorang individu yang memiliki identitas pribadi yang kuat pasti akan memiliki harga diri yang terintegrasi. Pencapaian identitas diperlukan untuk hubungan yang intim karena identitas seseorang diekspresikan dalam berhubungan dengan orang lain, dan seksualitas adalah bagian dari identitas seseorang.
d.      Penampilan peran
Peran adalah sekumpulan harapan mengenai bagaimana individu menempati satu posisis tertentu berperilaku. Peran mengacu pada prilaku yang ditentukan oleh norma-norma keluarga, budaya dan sosial. Individu memenuhi beberapa peran secara sekaligus, diantaranya sebagai orang tua, saudara, teman, pasangan, perawat dan siswa. Peran mencakup harapan atau standar prilaku yang sudah diterima oleh keluarga, komunitas dan kultur. Perilaku  didasarkan pada pola yang ditetaapkan melalui sosialisasi. Sosialisasi dimulai tepat setelah lahir. Agar dapat berfungsi secara efektif dalam peran, seseorang harus mengetahui perilaku dan nilai yang diharapkan, harus mempunyai keinginan untuk memastikan perilaku dan nilai ini, dan harus mampu memenuhi tuntutan peran. Setiap peran mencakup pemenuhan harapan tertentu dari orang lain. Pemenuhan harapan ini berpengaruh pada penghargaan. Ketidakberhasilan untuk memenuhi harapan ini menyebabkan tidak diterima dalam kehidupan sosial.


      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
         Konsep diri tidak terbentuk sejak lahir tetapi berkembang secara bertahap dan dapat dipengaruhi oleh pengalaman interpersonal dan kultural yang memberikan perasaan positif memahami individu dan dipelajari melalui kumpulan kontak-kontak sosial serta pengalaman dengan orang lain. Seseorang dengan konsep diri yang positif dapat mengeksplorasi dunianya secara terbuka.
a.       Tahap Perkembangan Hidup Manusia
Menurut Erikson1963, terdapat delapan tahap perkembangan terbentang ketika kita melampaui siklus kehidupan. Masing-masing tahap terdiri dari tugas perkembangan yang khas dan mengedepankan individu dengan suatu krisis yang harus dihadapi. Bagi Erikson, krisis ini bukanlah suatu bencana, tetapi suatu titik balik peningkatan kerentanan dan peningkatan potensi. Adapun tingkatan yang dijelaskan oleh Erik Erikson meliputi:
1)      Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
Suatu tahap psikososial pertama yang dialami dalam tahun pertama kehidupan. Suatu rasa percaya menuntut perasaan nyaman secara fisik dan sejumlah kecil ketakutan serta kekuatiran akan masa depan. Kepercayaan pada masa bayi menentukan harapan bahwa dunia akan menjadi tempat tinggal yang baik dan menyenangkan. Anak yang mendapatkan kasih sayang dan perlindungan yang cukup dari orangtua atau orang dewasa disekitarnya, akan mempersepsikan dunia ini sebagai tempat yang aman untuk hidup sehingga ia percaya diri. Rasa kepercayaan menuntut perasaan nyaman secara fisik dan jumlah ketakutan minimal akan masa depan. Kebutuhan-kebutuhan dasar bayi dipenuhi oleh pengasuh yang tanggap dan peka.
2)      Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt)
Tahap perkembangan kedua berlangsung pada masa bayi dan baru mulai berjalan (1-3 tahun). Setelah memperoleh rasa percaya kepada pengasuh mereka, bayi mulai menemukan bahwa perilaku mereka adalah atas kehendaknya. Bila bayi cenderung dibatasi maka mereka akan cenderung mengembangkan rasa malu dan keragu-raguan. Erikson percaya bahwa keseimbangan antara otonomi, rasa malu dan keraguraguan yang tumbuh secara bersamaan akan membuat anak lebih memperhatikan batasan dan alasan dari setiap tindakan yang akan dilakukan.
3)      Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)
Merupakan tahap ketiga yang berlangsung selama tahun-tahun sekolah. Ketika mereka masuk dunia sekolah mereka lebih tertantang dan bertanggung jawab meningkatkan prakarsa. Anak-anak diharapkan aktif untuk menghadapi tantangan ini dengan rasa tanggung jawab atas perilaku mereka, mainan mereka, dan hewan peliharaan mereka. Namun, perasaan bersalah dapat muncul, bila anak tidak diberi kepercayaan yang menimbulkan kecemasan. Ini terjadi pada usia 4 sampai 5 tahun. Pada usia ini anak sudah mulai punya kemampuan motori dan mental yang bagus. Orang tua yang memberikan kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi melalui permainan dan bersosialisasi, akan mengembangkan inisiatif, kreativitas, dan mampu memihak pada salah satu gender.
4)      Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri)
Berlangsung selama 6 – 12 tahun. Tidak ada masalah lain yang lebih antusias dari pada akhir periode masa awal anak-anak yang penuh imajinasi. Ketika anak-anak memasuki  sekolah dasar, mereka mengarahkan energi mereka pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual, dan mampu menggabungkan umpan balik dari teman sebaya dan guru. Yang berbahaya pada tahap ini adalah perasaan tidak kompeten dan tidak produktif. Ketika anak mulai masuk SD, dia sudah bisa merasakan nilai sebuah prestasi. Orang tua yang memotivasi anak untuk berprestasi akan meningkatkan kepercayaan diri dengan menguasai keterampilan baru yang mampu mengenali kekuatan dan kelemahan diri sendiri.
5)      Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)
Tahap kelima yang dialami individu selama 12–20 tahun. Pada tahap ini mereka dihadapkan oleh pencarian siapa mereka, bagaimana mereka nanti, dan ke mana mereka akan menuju masa depannya. Satu dimensi yang penting adalah penjajakan pilihan-pilihan alternatif terhadap peran yang sesuai dengan perubahan/pematangan tubuh. Orangtua harus mengijinkan anak remaja menjajaki banyak peran dan berbagai jalan. Jika anak menjajaki berbagai peran dan menemukan peran positif maka ia akan mencapai identitas yang positif. Jika orangtua menolak identitas remaja sedangkan remaja tidak mengetahui banyak peran dan juga tidak dijelaskan tentang jalan masa depan yang positif maka ia akan mengalami kebingungan identitas. 
6)      Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)
Pada masa ini (20 pertengahan-40 tahun) individu dihadapi tugas perkembangan pembentukan relasi intim dengan orang lain karena perasaan mengalami perubahan peran dan mampu meningkatkan tanggung jawab juga ikut muncul. Saat anak muda membentuk persahabatan yang sehat dan relasi akrab yang intim dengan orang lain, keintiman akan dicapai, kalau tidak, isolasi akan terjadi. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai adanya kecenderungan intimacy–isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dan membina hubungan yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham karena dalam tahap ini timbul perasaan yang stabil dan positif tentang diri sendiri.
7)      Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan)
Masa dewasa tengah (pertengahan 40-60 tahun) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation. Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Dalam tahap ini sudah terbentuk tujuan hidup dan dapat menerima perubahan penampilan serta daya tahan fisik. Salah satu tugas yang harus dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.
8)      Integrity vs despair (Integritas vs Putus asa)
Tahap kedelapan yaitu dewasa akhir (usia 60 tahun–meninggal) adalah masa menoleh kembali kemasa lalu yang dapat bersifat positif (keutuhan) atau negatif (putus asa). Pada tahun terakhir kehidupan, kita menoleh ke belakang dan mengevaluasi apa yang telah kita lakukan selama hidup. Jika telah melakukan sesuatu yang baik dalam kehidupan lalu maka integritas tercapai. Sebaliknya, jika menganggap selama kehidupan lalu dengan cara negatif maka akan cenderung merasa bersalah dan kecewa. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity–despair. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang akan dicapainya tetapi tidak tercapai karena faktor usia. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Pada tahap ini juga individu sudah mempersiapkan warisan untuk generasi berikutnya.
b.      Significant Other ( orang yang terpenting atau yang terdekat)
      Dimana konsep diri dipelajari melalui kontak dan pengalaman dengan orang lain, belajar diri sendiri melalui cermin orang lain yaitu dengan cara pandangan diri merupakan interprestasi diri pandangan orang lain terhadap diri, anak sangat dipengaruhi orang yang dekat, remaja dipengaruhi oleh orang lain yang dekat dengan dirinya, pengaruh orang dekat atau orang penting sepanjang siklus hidup, pengaruh budaya dan sosialisasi.
c.        Self Perception ( persepsi diri sendiri )
Yaitu persepsi individu terhadap diri sendiri dan penilaiannya, serta persepsi individu terhadap pengalamannya akan situasi tertentu. Konsep diri dapat dibentuk melalui pandangan diri dan pengalaman yang positif. Sehingga konsep merupakan aspek yang kritikal dan dasar dari prilaku individu. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang dapat berfungsi lebih efektif yang dapat dilihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan. Sedangkan konsep diri yang negatif dapat dilihat dari hubungan individu dan sosial yang terganggu.
d.      Keluarga dan budaya.
Nilai yang dianut anak kecil sangat dipengaruhi oleh keluarga dan budaya. Selanjutnya, teman sebaya mempengaruhi anak dan dengan demikian mempengaruhi rasa dirinya. Ketika anak berkonfrontasi dengan  membedakan harapan dari keluarga, budaya, dan teman sebaya, rasa diri anak sering kali membingungkan. Sebagai contoh, anak mungkin menyadari bahwa orang tuanya mengharapkan ia tidak minum alkohol dan mengharapkan ia menghadiri layanan agama setiap sabtu malam. Pada saat bersamaan, teman sebayanya minum bir dan mendorongnya untuk menghabiskan malam sabtunya dengan mereka. 
e.       Stressor
Stresor dapat menguatkan konsep diri saat individu berhasil menghadapi masalah. Di pihak lain, stressor yang berlebihan dapat  menyebabkan respon maladaptif termasuk penyalahgunaan zat, menarik diri, dan ansietas. Kemampuan individu untuk menangani stressor sangat bergantung pada sumber daya personal.
1)   Stresor identitas.
Identitas di definisikan sebagai pengorganisasian prinsip dari sistem kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kontinuitas, keunikan dan konsistensi dari kepribadian (Stuart&Sundeen, 1991). Identitas dipengaruhi oleh stressor sepanjang hidup. Masa remaja adalah waktu dimana banyak terjadi perubahan yang menyebabkan ketidakamanan dan ansietas. Remaja mencoba untuk menyesuaikan diri dengan perubahan fisik, emosional, dan mental akibat peningkatan kematangan. Seorang dewasa biasanya mempunyai identitas yang lebih stabil dan karenanya konsep diri berkembang lebih kuat. Stresor kultural dan social di banding stressor personal dapat mempunyai dampak lebih besar pada identitas orang dewasa. Misalnya seorang dewasa harus memutuskan antara karier dan pernikahan, kerjasama dan kompetisi atau ketergantungan dan kemandirian dalam suatu  hubungan. (Stuart&Sundeen, 1991). Tanda perkembangan lainnya seperti awal terjadinya menstruasi, pubertas, menopause, pension, penurunan kemampuan fisik dan factor lain yang berkaitan dengan penuaan juga mempengaruhi identitas. Pensiun berarti kehilangan makna penting dari pencapaian dan keberhasilan yang berlanjut. Individu yang memasuki masa pensiun mulai mempertanyakan tentang identitas mereka dan pencapaian mereka. Bingung identitas  terjadi ketika seseorang tidak mampu menghadapi stressor identitas.
2)   Stresor citra tubuh
Perubahan dalam penampilan tubuh, seperti amputasi atau perubahan penampilan  wajah, adalah stressor yang sangat jelas mempengaruhi citra tubuh. Masektomi, kolostomi, dan ileostomy mengubah penampilan tubuh, meski perubahan tersebut tidak tampak ketika individu yang bersangkutan mengenakan pakaian. Persepsi seseorang tentang perubahan tubuh dapat dipengaruhi oleh bagaimana perubahan tersebut terjadi. Paralisis yang disebabkan oleh cedera saat perang mungkin dianggap dapat diterima, veteran perang mungkin diperlukan sebagai pahlawan dan dihargai karena keberaniannya. Namun seseorang yang mengalami kecelakaan lalulintas ketika dalam keadaan mabuk dan menderita paralisis mungkin mendapat respon yang berbeda dari masyarakat. Perubahan sosial yang positif berkenaan dengan penyakit dan perubahan citra tubuh telah terjadi. Media sekarang ini sering menyajikan cerita yang positif mengenai orang yang pernah mengalami bedah mayor akibat perubahan tersebut. Cerita ini memberikan peran model yang positif bagi individu yang mengalami stressor yang lazim.
3)   Stresor harga diri.
Harga diri adalah rasa dihormati, diterima, kompeten dan bernilai. Orang dengan harga diri rendah sering merasa tidak dicintai dan sering mengalami depresi dan ansietas. Banyak stressor mempengaruhi harga diri seorang bayi, usia bermain, prasekolah dan remaja. Ketidakmampuan untuk memenuhi harapan orang tua, kritik yang tajam, hukuman yang tidak konsisten, persaingan antar saudara sekandung, dan kekalahan berulang dapat menurunkan tingkat nilai diri.  Stresor yang mempengaruhi harga diri pada orang dewasa mencakup ketidak berhasilan dalam pekerjaan dan kegagalan dalam berhubungan. Penyakit, pembedahan, atau kecelakaan yang mengubah pola hidup dapat juga menurunkan perasaan nilai diri. Penyakit kronis seperti diabetik, artritis, dan disfungsi jantung membutuhkan perubahan pola perilaku yang lama yang dapat diterima dan dijalani. Jika perubahan lambat dan progresif, maka individu mempunyai kesempatan untuk mengantisipasi berduka. Namun demikian ,perubahan mendadak dalam kesehatan lebih mungkin menciptakan situasi krisis.
4)   Stresor peran
Peran membentuk polap erilaku yang diterima secara social yang berkaitan  denganfungsi seseorang individu dalam berbagai kelompok social (Stuart & Sundeen, 1991 ). Stresor peran tersebut adalah:
·         Konflik peran.
Konflik peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran (Broadwell, 1983). Terdapat tiga jenis dasar konflik peran: Peran interpersonal, antar peran dan Konflik peran. Konflik Interpersonal terjadi ketika satu orang atau lebih  mempunyai harapan yang berlawanan atau tidak cocok secara individu dalam peran tertentu, misalnya teman dari seorang wanita dan ibunya mungkin mempunyai perbedaan yang besar tentang bagaimana ia harus merawat anak-anaknya. Konflik antar peran terjadi ketika tekanan atau harapan yang berkaitan dengan satu peran melawan tekanan atau harapan yang berkaitan. Seorang pria yang bekerja 10 sampai 12 jam sehari mungkin mempunyai masalah jika istrinya mengharapkan dirinya untuk berada di rumah bersama keluarganya. Konflik Peran personal terjadi ketika tuntutan peran melangga rnilai personal individu. Misalnya seorang perawat yang menghargai penyelamatan hidup mengalami konflik ketika dihadapkan pada merawat klien yang memilih untuk menolak terapi pendukung hidup.
·         Ambiguitas peran
Ambiguitas peran mencakup harapan yang tidak jelas. Ambiguitas peran umum terjadi pada masa remaja. Remaja mendapat tekanan dari orangtua, teman sebaya, dan media untuk menerima peran seperti orang dewasa namun tetap dalam peran sebagai anak yang tergantung. Dalam suatu perubahan yang kompleks dan cepat, atau organisasi yang sangat khusus, pekerja sering menjadi tidak pasti tentang apa yang diharapkan dari mereka.
·         Ketegangan peran.
Ketegangan peran dapat diekspresikan sebagai perasaan frustasi ketika seseorang merasakan tidak adekuat atau merasa tidak sesuai dengan peran. Ketegangan peran sering dikaitkan dengan stereotif peran jender (Stuart & Sundeen). Peran sakit juga mencakup ambiguitas peran. Orang diharapkan untuk mandiri dan secara bersamaan ikut serta aktif sehingga mereka menjadi sehat dan meninggalkan peran sakit dengan cepat. Namun orang yang mempunyai penyakit kronis tidak dapat melakukan ini. Peran sakit diperkirakan hanya sementara, namun orang dengan penyakit kronis harus mematuhi terapi yang mungkin diperlukan sepanjang hidupnya.
f.       Sumber Daya.
Individu memiliki sumber daya internal dan eksternal. Contoh sumber daya internal adalah rasa percaya diri dan nilai diri, sedangkan sumber daya eksternal meliputi jaringan dukungan, pendanaan yang memadai, dan organisasi. Secara umum, semakin besar jumlah sumber daya yang dimiliki dan digunakan individu, pengaruhnya pada konsep diri semakin positif.
g.      Riwayat keberhasilan dan kegagalan.
Individu yang pernah mengalami kegagalan menganggap diri mereka sebagai orang yang gagal, sementara individu yang memiliki riwayat keberhasilan memiliki konsep diri yang lebih positif, yang kemungkinan dapat mencapai lebih banyak keberhasilan.

         Rentang Respon Konsep Diri


a.       Aktualisasi diri
Pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima. Menurut Abraham Maslow, aktualisasi diri sebagai individu yang telah tercapai seluruh kebutuhan hirarki dan mengembangkan potensinya secara keseluruhan.
b.      Konsep diri positif
Apabila individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisa diri dan menyadari hal- hal positif maupun negatif dari dirinya.
c.       Harga diri rendah
Individu cenderung menilai dirinya negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain. Harga diri rendah adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri (seperti perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan martabat, percaya diri kurang). Perilaku yg berhubungan dg harga diri rendah yaitu:
1)      Mengkritik diri sendiri
2)      Perasaan tidak mampu
3)      Mudah tersinggung/ marah yang berlebihan
4)      Rasa bersalah
5)      Menarik diri secara sosial
d.      Kekacauan identitas
Kegagalan individu mengintegrasikan aspek-aspek identitas masa kanak-kanak kedalam kematangan aspek psikososial kepribadian pada masa dewasa yang harmonis. Perilaku yang berhubungan dengan keracunan identitas, yaitu:
1)      Tidak ada kode moral
2)      Perasaan hampa
3)      Keracunan gender
4)      Tingkat ansietas yang tinggi
5)      Ketidakmampuan untuk empati terhadap orang lain
e.       Depersonalisasi
Perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat membedakan diri dengan orang lain ( seperti tidak adanya percanya diri, ketergantungan, sukar membuat keputusan, ragu dan proyeksi. Perilaku yang berhubungan dengan depersonalisasi yaitu:
1)      Afektif
·         mengalami kehilangan identitas
·         perasaan tidak aman, rendah,takut ,malu
·         perasaan terpisah dari diri sendiri
2)      Perseptual
·         Halusinasi pendengaran dan penglihatan
·         gangguan citra tubuh
·         mengalami dunia seperti dalam mimpi
3)      Kognitif
·         Bingung
·         Disorientasi waktu
·         Gangguan berpikir
·         Gangguan daya ingat
·         Gangguan penilaian



Daftar Pustaka
  1. Keliat, B.A ( 1994 ), Gangguan Konsep Diri, Jakarta, EGC
  2. Keliat, B.A. ( 1998 ), Gangguan Koping, Citra Tubuh dan Seksual pada Klien Kanker, Jakarta, EGC
  3. Keliat, B.A, ( 1998 ), Penetalaksanaan Stress, Jakarta
  4. Stuart, G.W., dan Sundeen, S.J. ( 1995 ), principle and practice of psychiatric nursing, ( 5 th ed)
  5. Towsend, M.C.( 1998 ). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan psikiatri : Pedoman untuk pembuatan Rencana keperawatan, Jakarta : EGC ( Terjemahan ).

1 komentar:

  1. gan bisa minta tolong bagi sumber referensi bagian stressor buat bahan skripsi saya.. makasih sebelumnya..

    BalasHapus

 

Support

Support

Support

Support

Support

Support