Stres
merupakan fenomena yang mempengaruhi semua dimensi dalam kehidupan seseorang.
Stres dapat menimbulkan tuntutan yang besar pada seseorang, dan jika orang
tersebut tidapat dapat beradaptasi, maka dapat menyebabkan penyakit. Menurut
Selye tahun 1976 dalam Potter dan Perry tahun 2005, stress adalah segala
situasi dimana tuntutan non spesifik mengharuskan seorang individu untuk
berespons atau melakukan tindakan. Respons atau tindakan ini termasuk respons
fisiologis dan psikologis. Stress dapat menyebabkan perasaan negative atau yang
berlawanan dengan apa yang diinginkan atau mengancam kesejahteraan emosional
(Potter & Perry, 2009). Stress berkepanjangan dapat membuat individu
menjadi sakit. Hal ini dapat terjadi karena :
1) Terjadi
peningkatan tingkat kekuatan hormone yang mengubah proses dalam tubuh kita
2) Pilihan
koping yang tidak sehat, seperti tidak mendapat istirahat yang cukup, pemilihan
diet yang tidak benar, penggunaan tembakau, alcohol, kafein dan substansi
lainnya
3) Mengabaikan
tanda peringatan penyakit atau kegagalan mengikuti pengobatan atau terapi yang
dianjurkan (Lazarus, et al., 2007, dalam Potter & Perry, 2009).
v Penyakit
Yang Berhubungan Dengan Saraf Simpatis
Sympathetic
autonomic nervous system (SANS) atau yang
disebut saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf autonom. Sistem saraf
autonom merupakan sistem saraf campuran. Serabut-serabut afferennya membawa
masukan dari organ-organ viseral (menangani pengaturan denyut jantung, diameter
pembuluh darah, pernapasan, pencernaan makanan, rasa lapar, mual, pembuangan
dan sebagainya). Saraf eferen motoriknya mempersarafi otot polos, otot jantung
dan kelenjar-kelenjar visceral. Sistem saraf autonom dibagi dua, yaitu sistem
saraf parasimpatis dan sistem saraf simpatis. Bagian simpatis meninggalkan sistem
saraf pusat dari daerah torakal lumbal medulla spinalis. Sedangkan bagian
parasimpatis keluar dari otak melalui komponen saraf cranial dan bagian sacral
medulla spinalis. Beberapa fungsi saraf simpatis adalah peningkatan kecepatan
denyut jantung dan pernapasan, serta penurunan aktivitas saluran cerna. Tujuan
utama saraf simpatis adalah mempersiapakan tubuh agar siap menghadapi stress
atau yang disebut respons bertempur atau lari (Price & Wilson, 2003, hal.
1009).
Walter Cannon mengajukan respons lari
atau bertempur (fight or flight response) terhadap stress yang akan
menggerakkan sistem saraf simpatis (Aldwin & Werner, 2007 dalam Potter
& Perry, 2009). Reaksi ini mempersiapkan individu untuk bertindak. Reaksi fight or flight merupakan persepsi atau
reaksi yang menyebabkan sistem saraf simpatis merangsang kelenjar adrenal pada
sistem endokrin untuk mengeluarkan atau mensekresi epinephrine yang memberikan
reaksi tubuh. Cannon menjelaskan bahwa reaksi tubuh yang dihasilkan dapat
berdampak positif dan negative. Respons fight
or flight merupakan reaksi yang normal karena mendorong individu untuk
merespons dengan cepat ketika ada rangsangan. Tetapi bila terjadi reaksi yang
berlebihan, akan berdampak negative bagi tubuh dalam jangka waktu yang lama
(Sarafino, 1990, p.83).
v Respon Tubuh Berhubungan
Dengan Sistem Saraf Simpatis
Respons Saraf
Simpatis
|
Penyakit Maladaptif
Akibat Respons Berlebihan
|
ü Peningkatan
denyut jantung
ü Peningkatan
curah jantung
ü Peningkatan
glukosa darah
ü Peningkatan
aktivitas mental
ü Dilatasi
bronkiolar
ü Peningkatan
frekuensi napas
ü Peningkatan
asam lemak
ü Dilatasi
pupil
ü Peningkatan
tekanan darah arteri
ü Peningkatan
aliran darah ke otot lurik
|
Tekanan darah tinggi, penyakit jantung
dan pembuluh darah, penyakit ginjal, eklamsia, arthritis rematik dan
rematoid, penyakit inflamasi kulit dan mata, infeksi, penyakit alergi dan
hipersensitivitas, penyakit saraf dan mental, gangguan seksual, penyakit
saluran cerna, penyakit metabolism, kanker dan penyakit resistensi secara
umum (Selye, 1976 dalam Brunner & Sudarth, 2001)
|
Respons
fisiologis, seperti respons sistem saraf simpatis, respons
simpatis-adrenal-moduler, yang berlangsung lama atau berlebihan, akan terjadi
keadaan rangsangan yang kronis, yang akan menyebabkan tekanan darah tinggi,
perubahan arteriosklerotik dan penyakit kardiovaskuler. Bila produksi hormone
adrenal kortikal berlangsung lama atau berlebihan, akan timbul pola perilaku
menarik diri dan depresi. Selain itu akan terjadi penurunan respons imun dan
dapat timbul infeksi.
Respons stress diperlukan sebagai
situasi yang mengancam. Respons stress bisa sangat menguntungkan tetapi bisa
juga membahayakan. Saat tubuh sudah siap secara fisiologis untuk beraksi namun
tidak dapat melakukannya, akan menghasilkan suatu keadaan frustasi dan
membahayakan kesehatan orang tersebut. Bila respons stress tidak efektif
disebut sebagai maladaptive. Respons maladaptive merupakan respons kronis dan
berulang, atau pola respons sesuai berjalannya waktu yang tidak ditujukan untuk
mencapai sasaran adaptasi. Sasaran adaptasi dapat dikategorikan dalam tiga
area, yaitu :
1) Somatik
/ kesehatan sosial untuk mencapai keadaan kesejahteraan optimal
2) Kesehatan
psikologis atau memiliki rasa kesejahteraan (kebahagiaan, kepuasan hidup,
semangat juang atau moril)
3) Fungsi
sosial meliputi pekerjaan, hubungan sosial dan keluarga yang sasarannya berupa
hubungan positif
Respons maladaptive yang membahayakan
sasaran tersebut meliputi kesalahan penilaian dan koping yang tidak memadai
(Lazarus, 1991). Frekuensi intensitas dan durasi situasi stress berperan dalam
perkembangan emosi negative dan pola sekresi neurokimia yang terbentuk. Setiap
stressor pun akan menimbulkan keadaan gangguan fisiologis. Bila keadaan ini
berlangsung lama atau responsnya berlebihan, akan meningkatkan kepekaan
seseorang terhadap penyakit. Kepekaan tersebut diikuti dengan predisposisi pada
orang yang bersangkutan (kecenderungan genetis, kesehatan, usia) akan
menyebabkan sakit.
Referensi
-
Price, Sylvia A, &
Wilson, Lorraine M,. (2003). Patofisiologi. 6th edition.
(Penerjemah, Brahm U, Padit, et al). Jakarta : EGC
-
Sarfino, Edward P,.
(1990). Health Psychology. USA: Willey & Sons, Inc.
-
Potter, Patricia A, and
Perry, Anne G,. (2009). Fundamental Keperawatan. 7th edition. Vol 2.
(Penerjemah : Nggie, A.F dan Albar M.). Jakarta : Salemba Medika
-
Smeltzer, Suzanne C.
(2001). Buku Ajar Medikal Bedah Brunner & Suddarth. 8th edition.
Vol 1. (Penerjemah: Waluyo Agung, Karyasa M., S Julia,.). Jakarta : EGC.
0 komentar:
Posting Komentar