Mendengar kalimat singkat HD atau kepanjangan hemodialisa sudah bukan merupakan hal yang baru bagi tenaga kesahatan khususnya saya sebagai perawat, sejak duduk di bangku kuliah nama Hemodialisa sudah akrab terngiang, namun itu hanya sebuah kata saja, tanpa ada makna. lebih gamblangnya adalah saya tahu tentang cuci darah ini tetapi tidak memperdalam atau bisa dikatakan tidak mempelajarinya lagi lebih rinci, apalagi menjadi ahli HD. akan tetapi bagi saya ternyata ilmu HD itu sekarang mulai menjadi makanan sehari-hari, dikarenakan tindakan kateterisasi masih sepi, lantas di " buang" lah para perawat cath labnya ke ruang Hemodialisa, dengan segala kontroversi yang ada, namun ada hikmahnya, ini menjadikan kami melek ilmu dunia medis pun sebagai pengalaman baru, dan secara massive berupaya untuk mengetahui dan jatuh cinta tentang "cuci darah " tersebut, dengan mencari berbagai sumber referensi sebagai bahan bacaan dan acuan saat ber-dinas nanti.
1. A. KONSEP DASAR HEMODIALISA
1. Definisi
Dialisis merupakan :
§ Suatu proses yang digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk limbah
dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut.
§ Suatu proses pembuatan zat terlarut dan cairan dari darah melewati
membrane semi permeable. Ini berdasarkan pada prinsip difusi;
osmosis dan ultra filtrasi.
Hemodialisa merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan
sakit akut dan memerlukan terapi dialysis jangka pendek
(beberapa hari hingga beberapa minggu) atau pasien dengan penyakit ginjal
stadium terminal (ESRD; end-stage renal disease) yang membutuhkan
terapi jangka panjang atau terapi permanent. Sehelai membrane sintetik yang
semipermeabel menggantikan glomerulus serta tubulus renal dan bekerja sebagai
filter bagi ginjal yang terganggu fungsinya itu.
Bagi penderita GGK,
hemodialisis akan mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisis tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak
dari gagal ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien-pasien
ini harus menjalani terapi dialysis sepanjang hidupnya (biasanya 3 kali
seminggu selama paling sedikit 3 atau 4 jam per kali terapi) atau sampai
mendapat ginjal baru melalui operasi pencangkokan yang berhasil. Pasien
memerlukan terapi dialysis yang kronis kalau terapi ini diperlukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia.
1. 2. Tujuan
Mempertahankan kehidupan dan kesejahteraan pasien sampai fungsi ginjal
pulih kembali. Metode terapi mencakup hemodialisis, hemofiltrasi dan peritoneal
dialysis. Hemodialisis dapat dilakukan pada saat toksin atau zat racun
harus segera dikeluarkan untuk mencegah kerusakan permanent atau menyebabkan
kematian. Hemofiltrasi digunakan untuk mengeluarkan cairan yang berlebihan.
Peritoneal dialysis mengeluarkan cairan lebih lambat daripada bentuk-bentuk
dialysis yang lain.
1. 3. Indikasi
Pasien yang memerlukan
hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya
pulih. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat
indikasi :
1. Hiperkalemia ( K > 6 mEq/l)
2. Asidosis
3. kegagalan terapi konservatif
4. Kadar ureum/kreatinin tinggi dalam darah
5. Kelebihan cairan.
6. Perikarditis dan konfusi yang berat.
7. Hiperkalsemia dan hipertensi.
8. 4. Prinsip Hemodialisa
Prinsip mayor/proses
hemodialisa
1. Akses Vaskuler :
Seluruh dialysis membutuhkan akses ke sirkulasi darah pasien. Kronik
biasanya memiliki akses permanent seperti fistula atau graf
sementara. Akut memiliki akses temporer seperti vascoth.
1. b. Membran semi permeable
Hal ini ditetapkan
dengan dialyser actual dibutuhkan untuk mengadakan kontak diantara darah dan
dialisat sehingga dialysis dapat terjadi.
1. c. Difusi
Dalam dialisat yang
konvesional, prinsip mayor yang menyebabkan pemindahan zat terlarut adalah
difusi substansi. Berpindah dari area yang konsentrasi tinggi ke area dengan
konsentrasi rendah. Gradien konsentrasi tercipta antara darah dan dialisat yang
menyebabkan pemindahan zat pelarut yang diinginkan. Mencegah kehilangan zat
yang dibutuhkan.
1. d. Konveksi
Saat cairan dipindahkan
selama hemodialisis, cairan yang dipindahkan akan mengambil bersama dengan zat
terlarut yang tercampur dalam cairan tersebut.
1. e. Ultrafiltrasi
Proses dimana cairan
dipindahkan saat dialysis dikenali sebagai ultrafiltrasi artinya adalah
pergerakan dari cairan akibat beberapa bentuk tekanan. Tiga tipe dari tekanan
dapat terjadi pada membrane :
1) Tekanan positip merupakan
tekanan hidrostatik yang terjadi akibat cairan dalam membrane. Pada dialysis
hal ini dipengaruhi oleh tekanan dialiser dan resisten vena terhadap darah yang
mengalir balik ke fistula tekanan positip “mendorong” cairan menyeberangi
membrane.
2) Tekanan negative merupakan
tekanan yang dihasilkan dari luar membrane olehpompa pada sisi
dialisat dari membrane tekanan negative “menarik” cairan keluar darah.
3) Tekanan osmotic merupakan
tekanan yang dihasilkan dalam larutan yang berhubungan dengan konsentrasi zat
terlarut dalam larutan tersebut. Larutan dengan kadar zat terlarut
yang tinggi akan menarik cairan dari larutan lain dengan konsentrasi yang
rendah yang menyebabkan membrane permeable terhadap air.
1. 5. Perangkat Hemodialisa
A. a. Perangkat khusus
1)
Mesin hemodialisa
2)
Ginjal buatan (dializer) yaitu : alat yang digunakan untuk mengeluarkan sisa
metabolisme atau zat toksin laindari dalam tubuh. Didalamnya terdapat 2 ruangan
atau kompartemen :
-
kompartemen darah
-
kompartemen dialisat.
Darah kembali kebadan
darah dari
fistula
ginjal buatan
|
heparin
kompartemen darah
Kompartemen dialisat
Pembuangan
dialisat
dialirkan pompa
3)
Blood lines : selang yang mengalirkan darah dari tubuh ke dializer dan kembali
ke tubuh. Mempunyai 2 fungsi :
§ Untuk mengeluarkan dan menampung cairan serta sisa-sisa metablolisme.
§ Untuk mencegah kehilangan zat-zat vital dari tubuh selama dialysis.
1. 2. Alat-alat
kesehatan :
§ Tempat tidur fungsional
§ Timbangan BB
§ Pengukur TB
§ Stetoskop
§ Termometer
§ Peralatan EKG
§ Set O2 lengkap
§ Suction set
§ Meja tindakan.
1. Obat-obatan dan cairan :
-
Obat-obatan hemodialisa : heparin, frotamin, lidocain untuk anestesi.
-
Cairan infuse : NaCl 0,9%, Dex 5% dan Dex 10%.
-
Dialisat
-
Desinfektan : alcohol 70%, Betadin, Sodium hypochlorite 5%
-
Obat-obatan emergency.
1. 6. Pedoman pelaksanaan hemodialisa
A. a. Perawatan sebelum hemodialisa
1)
Sambungkan selang air dari mesin hemodialisa.
2)
Kran air dibuka.
3)
Pastikan selang pembuka air dan mesin hemodialisis sudah masuk keluar atau
saluran pembuangan.
4)
Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak.
5)
Hidupkan mesin.
6)
Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit.
7)
Matikan mesin hemodialisis.
8)
Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat.
9)
Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis.
10) Hidupkan mesin
dengan posisi normal (siap).
1. b. Menyiapkan sirkulasi darah.
1)
Bukalah alat-alat dialisat dari setnya.
2)
Tempatkan dialiser pada holder (tempatnya) dan posisi ‘inset’ (tanda merah)
diatas dan posisi ‘outset’ (tanda biru) dibawah.
3)
Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung ‘inset’ dari dialiser.
4)
Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung ‘outset’ adri dialiser dan tempatkan
buble tap di holder dengan posisi tengah.
5)
Set infuse ke botol NaCl 0,9%-500 cc.
6)
Hubungkan set infuse ke slang arteri.
7)
Bukalah klem NaCl 0,9%. Isi slang arteri sampai keujung selang lalu klem.
8)
Memutarkan letak dialiser dengan posisi ‘inset’ dibawah dan ‘ouset’ diatas,
tujuannya agar dialiser bebas dari udara.
9)
Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin.
10) Buka klem dari
infuse set ABL, UBL.
11) Jalankan pompa
darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/mnt, kemudian naikkan secara bertahap
sampai 200 ml/mnt.
12) Isi buble tap
dengan NaCl 0,9% sampai 3/4 cairan.
13) Memberikan
tekanan secara intermitten pada UBL untuk mengalirkan udara dari dalam
dialiser, dilakukan sampai dengan dialiser bebas udara (tekanan tidak lebih
dari 200 mmHg).
14) Melakukan
pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada
botol (kalf). Sisanya ditampung pada gelas ukur.
15) Ganti kalf
NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru.
16) Sambungkan
ujung biru UBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
17) Menghidupkan
pompa darah selama 10 menit. Untuk dialiser baru 15-20 menit, untuk dialiser
reuse dengan aliran 200-250 ml/mnt.
18) Mengembalikan
posisi dialiser ke posisi semula dimana ‘inset’ diatas dan ‘outset’ dibawah.
19) Menghubungkan
sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit siap untuk
dihubungkan dengan pasien (soaking).
1. c. Persiapan pasien.
1)
Menimbang BB
2)
Mengatur posisi pasien.
3)
Observasi KU
4)
Observasi TTV
5)
Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan
salah satu jalan darah/blood akses seperti dibawah ini:
§ Dengan interval A-V Shunt/fistula simino
§ Dengan eksternal A-V Shunt/schungula.
§ Tanpa 1-2 (vena pulmonalis).
1. 7. Komplikasi yang terjadi
A. Hipotensi
Penyebab : terlalu
banyak darah dalam sirkulasi mesin, ultrafiltrasi berlebihan, obat-obatan anti
hipertensi.
1. Mual dan muntah
Penyebab : gangguan GI,
ketakutan, reaksi obat, hipotensi.
1. Sakit kepala
Penyebab : tekanan darah
tinggi, ketakutan.
1. Demam disertai menggigil.
Penyebab : reaksi
fibrogen, reaksi transfuse, kontaminasi bakteri pada sirkulasi darah.
1. Nyeri dada.
Penyebab : minum obat
jantung tidak teratur, program HD yang terlalu cepat.
1. Gatal-gatal
Penyebab : jadwal
dialysis yang tidak teratur, sedang.sesudah transfuse kulit kering.
1. Perdarahan amino setelah dialysis.
Penyebab : tempat
tusukan membesar, masa pembekuan darah lama, dosis heparin berlebihan, tekanan
darah tinggi, penekanan, tekanan tidak tepat.
1. Kram otot
Penyebab : penarikan
cairan dibawah BB standar. Penarikan cairan terlalu cepat (UFR meningkat)
cairan dialisat dengan Na rendah BB naik > 1kg. Posisi tidur berubah terlalu
cepat.
1. 8. Diagnosa Keperawatan yang muncul
A. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan
B. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang familier dengan sumber
informasi.
C. Ketidakberdayaan berhubungan dengan perasaan kurang kontrol, ketergantungan
pada dialysis, sifat kronis penyakit
D. Risiko cedera berhubungan dengan akses vaskuler dan komplikasi sekunder
terhadap penusukan
DAFTAR PUSTAKA
Bongard, Frederic, S.
Sue, darryl. Y, 1994, Current Critical, Care Diagnosis and Treatment, first
Edition, Paramount Publishing Bussiness and Group, Los Angeles
Brunner & Suddarth,
2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC, Jakarta
Haryani dan Siswandi, 2004, Nursing Diagnosis: A Guide To Planning Care,
available on:www.Us.Elsevierhealth.com
IIOWA Outcomes Project,
2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, Mosby Year Book,
USA.
McCloskey, 1996, Nursing
Interventions Classification (NIC), Mosby, USA
Nanda, 2009, Nursing
Diagnosis Deffinition and Classification, Mosby year Book. USA
Price, Sylvia A and
Willson, Lorraine M, 1996, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit,
Edisi empat, EGC, Jakarta
Ralph & Rosenberg,
2003, Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-2006,
Philadelphia USA
Soeparman &
Waspadji, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Edisi 3, FKUI, Jakarta
Widmann, 1995, Tinjauan
Klinis Atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 9, EGC, Jakarta
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar