Asuhan Keperawatan Klien Dengan Infark Miokardium



Infark miokardium didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan pada arteri koroner ( Perki,2004 dalam Arif Muttaqin,2009 ).

Istilah infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemia lokal. MI akut sering disebut sebagai “ serangan jantung”
( Robbins, 2004 ).

Infark miokard adalah kematian jaringan otot jantung yang ditandai adanya sakit dada yang khas:lama sakitnya lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat atau pemberian anti angina ( Pusat Kesehatan Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan Kita, 2001 ).


A.                ETIOLOGI
Penyebab utama infark miokardium adalah sumbatan sebagian atau seluruhnya arteri koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh ruptur plak ateroma pada arteri koroner dan terbentuknya trombus.
1.         Tidak dapat dirubah (non modifiable)
a.    Umur dan Jenis kelamin
Pada umur 45 laki – laki beresiko 4 kali lebih banyak dari wanita.
b.    Riwayat keluarga
2.         Dapat dirubah (modifiable)
a.    Merokok
b.    DM
c.    Tinggi kolesterol
d.   Obesitas
e.    Hipertensi
f.     Gaya hidup
g.    Stress emosional


B.                PATOFISIOLOGI




C.                MANIFESTASI KLINIS
1.         Nyeri yang khas pada dada, punggung, lambung atau nyeri abdomen.
2.         Mual
3.         Pusing
4.         Nafas pendek dan sulit untuk bernafas
5.         Cemas yang berlebihan, kelelahan dan lemas.
6.         Palpitasi, keringat dingin atau pucat.

D.                PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.         EKG (elektrokardiogram)
Untuk mengetahui fungsi jantung : T Inverted, ST depresi, dan Q patologis.
KELAINAN EKG :
a.    Fase akut
Adanya gelombang Q patologis disertai adanya elevasi segmen ST atau hanya berupa elevasi segmen ST
b.    Fase subakut atau recent
Gelombang Q patologis disertai gelombang T terbalik
c.     Fase old
Berupa gelombang Q patologis, segmen ST dan gelombang T sudah normal kembali
Adapun untuk menentukan lokasi iskemia atau infark digunakan ketentuan sebagai berikut :
a.    Anterior kelainanya di V2 – V4
b.    Anteroseptal kelainannya di V1 – V3
c.    Anterolateral kelainannya di I, AVL, V5 _ V6
d.   Extensive anterior kelainannya di I, AVL, V1 – V6
e.    Inferior kelainannya di II, III, dan AVF
f.     Posterior kelainannya di V1 – V2 ( resiprokal )
g.    Ventrikel kanan kelainannya di V1, V3R dan V4R 

Atau untuk mudah di ingat dapat diperhatikan pada gambar di bawah :

Sumber : paramedicstudent

2.        Ekokardiogram
Digunakan untuk evaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung, khususnya fungsi ventrikel.
3.         Enzim Jantung
a.     Kretain Kinase (CK) adalah suatu enzim yang terkonsentrasi di otak, miokardium, dan otot rangka. Enzim tersebut terdiri atas dua dimer yaitu dinamai “M” dan “B”. CK-MM terutama berasal dari otot rangka dan jantung; CK-BB dari otak, paru, dan banyak jaringan lain; CK-MB terutama dari miokardium, walaupun bentuk ini juga terdapat di otot rangka dalam jumlah bervariasi. Aktivitas CK total mulai meningkat dalam 2-4 jam setelah onset MI, memuncak pada 24 jam, dan kembali ke normal dalam waktu sekitar 72 jam. Walaupun aktivitas CK total merupakan salah satu determinan paling sensitif untuk nekrosis miokardium akut, pemeriksaan ini tidak spesifik, karena CK juga meningkat pada penyakit lain seperti cedera otot rangka. Spesifisitas untuk mendeteksi MI ditingkatkan dengan mengukur fraksi CK-MB. CK-MB meningkat pada 2-4 jam setelah onset MI, memuncak pada 18 jam, dan biasanya menghilang dalam 48 jam. Walaupun peningkatan ringan CK-MB terjadi pada pasien dengan cedera otot rangka yang luas, jumlah CK-MB relatif terhadap CK total jauh lebih tinggi pada MI daripada penyakit lain yang CK-nya meningkat. Hal ini kadang-kadang dinyatakan sebagai nilai kalkulasi yang disebut indeks CK. Tidak ada perubahan kadar CK dan CK-MB selama 2 hari pertama setelah timbul nyeri dada pada dasarnya menyingkirkan diagnosis MI.
b.    Troponin adalah sekelompok protein yang ditemukan pada otot rangka dan jantung manusia. Protein ini mengendalikan kontraksi otot yang diperantarai oleh kalsium. Dengan menggunakan pemeriksaan imunologik yang sensitif, dapat dibedakan troponin T (cTnT) dan troponin I (cTnI) jantung dari troponin yang berasal dari otot rangka. Troponin jantung I hanya ditemukan dalam otot jantung sehingga lebih spesifik daripada CK-MB. Setelah MI akut, kadar cTnT dan cTnI meningkat pada waktu yang hampir sama dengan CK-MB. Namun, berbeda dengan kadar CK-MB, kadar troponin tetap meninggi selama 4-7 hari setelah proses akut, sehingga kita dapat mendiagnosis MI lama setelah kadar CK-MB kembali normal.
c.     Laktat dehidrogenase (LD) adalah enzim miokardium lain yang dahulu digunakan secara luas untuk mengevaluasi kasus yang dicurigai MI.
4.        Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal hipokalemi, hiperkalemi.
5.        Sel darah putih
Leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah MI yang berhubungan dengan proses inflamasi.
6.         Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah AMI, menunjukkan inflamasi.
7.         Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis.
8.         AGD
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
9.         Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan aterosclerosis sebagai penyebab AMI.
10.     Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.
11.     Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miokardium dan status sel miokardium misalnya lokasi atau luasnya MI.
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik.
12.    Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi ejeksi (aliran darah).
13.     Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pada fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
14.    Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan pembuluh darah yang mengarah ke atau dari jantung.
15.    Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler, pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
16.     Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktivitas atau sering dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan.

E.                PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Terapi obat-obatan, pemberian oksigen, dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-obatan dan oksigen digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen, sementara tirah baring dilakukan untuk mengurangi kebutuhan oksigen.
Ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen; vasodilator (khususnya nitrat), antikoagulan, dan trombolitik.
1.         Vasodilator
Vasodilator pilihan untuk mengurangi nyeri jantung adalah nitrogliserin (NTG) intravena. Dosis ditentukan berdasarkan berat badan dan diukur dalam miligram per kilogram berat badan. NTG menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah di perifer sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali ke jantung  (preload) dan mengurangi beban kerja jantung. Efek terapeutik nitrat juga menjelaskan efek samping utama, yaitu hipotensi klinis.
2.         Antikoagulan
Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah , sehingga dapat menurunkan kemungkinan pembentukan trombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah.
3.        Trombolitik
Tujuan pemberian trombolitik adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk di arteri koroner, memperkecil sumbatan dan juga luasnya infark. Agar efektif, obat ini harus diberikan pada awal awitan nyeri dada.
Tiga macam obat trombolitik yang terbukti bermanfaat melarutkan trombus (trombolisis) adalah streptokinase, aktifator plasminogen jaringan, dan anistreplase.

F.                 ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN INFARK MIOKARDIUM
1.         Pengkajian
a.       Anamnesa
1)      Keluhan sakit dada
a)      Faktor pencetus yang paling sering menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi yang berlebihan atau setelah makan.
b)      Kualitas nyeri : sakit dada dirasakan di daerah mid sternal,rasa sakit tidak jelas tetapi banyak yang menggambarkan sakitnya seperti ditusuk-tusuk, dibakar ataupun ditimpa beban berat.
c)      Penjalaran rasa sakit ke rahang, leher bahkan ke lengan dan jari tangan kiri.
d)     Gejala dan tanda yang menyertai rasa sakit seperti mual, muntah, keringat dingin, berdebar-debar dan sesak nafas.
e)      Lama rasa sakit lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan pemberian obat-obat anti angina, biasanya akan hilang dengan pemberian analgesik seperti morfin atau petidin.
2)      Riwayat penyakit atau pengobatan sebelumnya
Seperti hipertensi, diabetes melitus dan sebagainya.
3)      Faktor resiko penyakit jantung koroner
a)      Hipertensi
b)      Hiperkolesterol
c)      Diabetes melitus
d)     Merokok
e)      Obesitas
f)       Usia
g)      Jenis kelamin
h)      Keturunan
b.      Pemeriksaan fisik
1)      Tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu.
2)      Perkusi perifer : kulit, pulsasi arteri.
3)      Bunyi jantung : normal, S3/S4/murmur.
4)      Bunyi paru : ronchi, wheezing.
c.       Respons psikologis
Seperti depresi, gelisah atau cemas, denial.

2.         Diagnosa keperawatan dan intervensi
a.    Nyeri akut b.d iskemik miokardiak sebagai dampak dari oklusi arteri koroner dengan adanya kehilangan atau retriksi aliran darah ke arah miokard dan nekrosis miokard; ketidakseimbangan antara suplai darah dan oksigen dengan kebutuhan miokardium sebagai dampak sekunder dan peningkatan asam laktat.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam terdapat penurunan respon nyeri dada.
Kriteria : secara subjektif klien mengatakan penurunan rasa nyeri dada, secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal, wajah rileks, tidak terjadi penurunan perfusi, urine > 600 ml / hari.
Intervensi :
1)      Catat karakteristik nyeri , lokasi, intensitas, lama, kualitas, penyebaran dan skala nyeri.
2)      Anjurkan klien untuk melaporkan nyeri dengan segera.
3)      Lakukan manajemen nyeri keperawatan : atur posisi fisiologis, istirahatkan klien, berikan oksigen sesuai indikasi, ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung, ajarkan teknik relaksasi pernafasan dalam, teknik distraksi, lakukan manajemen sentuhan.
4)      Kaji RR, tekanan darah , nadi disetiap episode nyeri dada.
5)      Observasi EKG 12 lead pertama kali masuk rumah sakit dan setiap kali terjadi keluhan nyeri dada.
6)      Monitor respon klien terhadap terapi obat yang diberikan.
7)      Koloborasi pemberian obat anti angina, antikoagulan, trombolitik, dan terapi non farmakologis seperti PTCA dan CABG.

b.    Gangguan atau ketidakefektifan perfusi jaringan (kardiopulmonal) b.d trombus pada arteri koroner, sebagai akibat dari gangguan aliran darah ke jaringan miokard.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam perfusi perifer meningkat.
Kriteria : klien tidak sianosis, TTV dalam batas normal, CRT < 3 detik, urine > 600 ml/hari, keluhan nyeri dada berkurang s/d hilang, perbaikan ST segmen pada EKG.
Intervensi :
1)        Kaji tekanan darah , nadi, pernafasan, suhu
2)        Kaji status mental klien
3)        Kaji warna kulit, sianosis, diaforesis secara teratur
4)        Catat keluhan pusing
5)        Kaji kualitas peristaltik, jika perlu pasang nasogastric tube
6)        Pantau urine output
7)        Catat adanya bunyi jantung tambahan seperti murmur
8)        Istirahatkan klien (bedrest)
9)        Berikan oksigen sesuai indikasi
10)    Monitor ST segmen
11)    Kolaborasi dalam pemberian trombolitik atau tindakan angioplasty

c.    Penurunan cardiac output b.d perubahan frekuensi / irama dan konduksi elektrikal.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam curah jantung menunjukan perbaikan.
Kriteria : stabilitas hemodinamik baik ( tekanan darah dalam batas normal, curah jantung kembali meningkat, intake dan output seimbang, tidak menunjukan tanda-tanda disritmia ), urine > 600 ml/hari, nyeri dada berkurang s/d hilang.

Intervensi :
1)      Kaji TTV ( terutama tekanan darah dan nadi )
2)      Catat terjadinya S3/S4
3)      Catat bunyi jantung tambahan seperti murmur
4)      Catat status mental / kesadaran
5)       Catat suara paru, monitor adanya ronchi atau crackles
6)      Pantau output urine, waspada bila urine < 0,5ml/kgBB/jam
7)      Observasi perfusi perifer seperti pucat, sianosis, diaforesis, nadi perifer
8)      Monitor analisa gas darah, enzim jantung dan elektrolit
9)      Monitor dan kaji keluhan nyeri dada
10)  Pertahankan kestabilan hemodinamik dengan monitor efek pemberian β-blocker dan obat inotropik
11)  Kolaborasi dalam mempertahankan cara masuk heparin (I.V) sesuai indikasi

d.   Cemas b.d rasa takut akan kematian, ancaman atau perubahan kesehatan.
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam kecemasan berkurang
Kriteria : klien menyatakan kecemasan berkurang, mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasikan penyebab atau faktor yang mempengaruhinya, kooperatif dalam tindakan,wajah tampak rileks.
Intervensi :
1)      Kaji tanda verbal dan non verbal terhadap kecemasan serta dampingi klien
2)      Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan dan takut
3)      Hindari konfrontasi
4)      Beri lingkungan yang tenang, batasi jumlah perawat
5)      Berikan kesempatan klien dan keluarga untuk bertanya
6)      Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan
7)      Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat
8)      Berikan informasi yang dibutuhkan klien dan keluarga dan ulangi jika diperlukan
9)      Kolaborasi dalam pemberian anti ansietas seperti diazepam sesuai indikasi 


Sumber :
Jones.S.A. (2005). Davis Company. Philadephia
Adams S. Froelicher E.S.S. and Wood S.L. (2000). Cardiac Nursing. 4th edition. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia




1 komentar:

  1. terimakasih banyak nih, mulai pola hidup sehar ar t

    http://solusiuntukdiabetes.com/

    BalasHapus

 

Support

Support

Support

Support

Support

Support