Inflamasi adalah suatu respons
protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel serta
membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal (
Robbins,2004 ). Respons radang terdiri dari sel dan protein plasma dalam
sirkulasi, sel dinding pembuluh darah, dan sel serta matriks ekstraseluler
jaringan ikat disekitarnya.
A.
INFLAMASI
AKUT
Inflamasi akut merupakan respons segera dan dini
terhadap jejas yang dirancang untuk mengirimkan leukosit ke tempat jejas.
Leukosit membersihkan setiap mikroba yang menginvasi dan memulai proses
penguraian jaringan nekrotik. Proses ini memiliki dua komponen utama :
1.
Perubahan vaskular
a.
Perubahan pada kaliber
dan aliran pembuluh darah
Perubahan dalam kaliber pembuluh
darah yang mengakibatkan peningkatan
aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan struktur yang memungkinkan
protein plasma untuk meninggalkan sirkulasi (peningkatan permeabilitas
vaskular). Perubahan ini terjadi lebih cepat setelah jejas terjadi. Setelah
vasokonstriksi sementara dalam beberapa detik, terjadi vasodilatasi arteriol
mengakibatkan peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal (hiperemia) pada
aliran darah kapiler selanjutnya. Pelebaran pembuluh darah menyebabkan
timbulnya warna merah (eritema) dan hangat yang secara khas terlihat pada
inflamasi akut. Selanjutnya mikrovaskulatur menjadi lebih permeable sehingga
cairan kaya protein masuk ke dalam ekstravaskuler, akibatnya sel darah merah
menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik sehingga meningkatkan viskositas darah
dan memperlambat sirkulasi. Secara mikroskopik perubahan ini digambarkan oleh
dilatasi pada sejumlah pembuluh darah kecil yang dipadati oleh eritrosit (
proses statis ). Leukosit terutama neutrofil mulai keluar dari aliran darah dan
berakumulasi disepanjang permukaan endotel pembuluh darah ( proses marginasi)
kemudian leukosit menyelip diantara sel endotel dan bermigrasi melewati dinding
pembuluh darah menuju jaringan interstisial.
b.
Peningkatan
permeabilitas vaskular
Pada tahap awal inflamasi,
vasodilatasi arteriol dan aliran darah yang bertambah menigkatkan tekanan
hidrostatik intravaskular dan pergerakan cairan (transudat) dari kapiler.
Transudat pada dasarnya merupakan ultrafiltrat plasma darah dan mengandung
sedikit protein, akan tetapi transudasi segera menghilang dengan meningkatnya
permeabilitas vaskular yang memungkinkan pergerakan cairan kaya protein dari
sel kedalam interstisium (eksudat). Hilangnya cairan kaya protein ke dalam
ruang perivaskular menurunkan tekanan osmotik intravaskular dan meningkatkan
tekanan osmotik cairan interstisial sehingga mengalirkan air dan ion kedalam
jaringan ekstravaskular dan menimbulkan akumulasi cairan yang disebut edema.
2.
Peristiwa yang terjadi
pada sel
Urutan kejadian ekstravasasi leukosit
dari lumen pembuluh darah ke ruang ekstravaskular dibagi menjadi :
a.
Marginasi dan rolling
Marginasi adalah proses akumulasi
leukosit di tepi pembuluh darah. Selanjutnya, leukosit berguling-guling pada
permukaan endotel dan untuk sementara melekat pada endotel, proses ini disebut
dengan rolling.
b.
Adhesi dan transmigrasi
antar sel endotel
Leukosit akhirnya melekat kuat pada
permukaan endotel (adhesi) sebelum merayap diantara sel endotel dan melewati
membran basalis masuk ke ruang ekstravaskular (diapedesis). Diapedesis leukosit
terjadi secara menonjol di venula pembuluh darah sistemik, hal itu juga terjadi
di kapiler pada sirkulasi pulmonal. Setelah adhesi kuat pada permukaan endotel,
leukosit bertransmigrasi terutama dengan merembes diantara sel pada intercellular
junction.
c.
Migrasi pada jaringan
terhadap suatu rangsang kemotaktik
Setelah terjadi ekstravasasi dari
darah, leukosit bermigrasi menuju tempat jejas mendekati gradien kimiawi pada
suatu proses yang disebut kemotaksis. Kedua zat endogen dan eksogen dapat
bersifat kemotaktik terhadap leukosit meliputi produk bakteri yang dapat larut,
khususnya peptida dengan N-formilmetionin termini, komponen sistem komplemen
terutama C5a, produk metabolisme asam arakidonat terutama leukotrien Badan
sitokin, terutama kelompok kemokin (misalnya IL-8). Molekul kemotaksis
mengaktivasi leukosit dengan melakukan fagositosis, dengan langkah-langkah :
pengenalan dan perlekatan leukosit pada sebagian besar mikroorganisme yang
difasilitasi oleh protein serum disebut opsonin, lalu terjadi penelanan dengan
pembentukan vakuola fagositik, selanjutnya pembunuhan dan degradasi material
yang ditelan oleh kerja hidrolase asam lisosom.
B.
INFLAMASI
KRONIS
Merupakan inflamasi yang memanjang (berminggu-minggu
hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun), dan terjadi inflamasi aktif,
jejas jaringan dan penyembuhan secara serentak. Inflamasi kronik berkembang
dari inflamasi akut. Perubahan ini terjadi ketika respons akut tidak teratasi
karena agen cedera yang menetap atau karena gangguan penyembuhan normal, ditandai
hal-hal berikut :
1.
Infiltrasi sel
mononuklear (radang kronik) yang mencakup makrofag, limfosit dan sel plasma.
2.
Destruksi jaringan,
sebagian besar diatur oleh sel radang.
3.
Repair, melibatkan
proliferasi pembuluh darah baru (angiogenesis) dan fibrosis.
Inflamasi kronik dapat terjadi pada keadaan :
1.
Infeksi virus
2.
Infeksi mikroba
persisten
3.
Pajanan yang lama
terhadap agen yang berpotensi toksik
4.
Penyakit autoimun
C.
TIPE-TIPE
EKSUDAT RADANG
Eksudat adalah cairan atau bahan yang terkumpul dalam
suatu rongga atau ruang jaringan akibat proses radang . Setiap jenis proses
radang terbentuk jenis eksudat yang berbeda – beda , dipengaruhi oleh beratnya
reaksi,penyebab dan lokasi lesi. Secara garis besar eksudat dibagi tiga ,yaitu
:
1.
Eksudat Nonselular
a.
Eksudat Serosa,
merupakan eksudat jernih, mengandung sedikit protein akibat radang yang ringan.
Contoh eksudat serosa yang paling
dikenal adalah cairan pada luka lepuh. Penimbunan eksudat serosa yang serupa
sering ditemukan di dalam rongga tubuh, seperti rongga pleura atau rongga
peritoneum dan walaupun tidak mencolok, eksudat serosa menyebar melalui
jaringan ikat.
b. Eksudat fibrinosa, merupakan eksudat yang
mengandung banyak fibrin sehingga mudah membeku. Eksudat fibrinosa sering
dijumpai di atas permukaan serosa yang meradang seperti pleura dan pericardium.
c. Eksudat Musinosa, jenis eksudat ini hanya
dapat terbentuk di atas permukaan membran mukosa, tempat sel-sel yang dapat
menyekresi musin. Jenis eksudat ini berbeda dari eksudat lain karena eksudat
ini merupakan sekresi selular bukannya dari sesuatu yang keluar dari aliran
darah. Sekresi musin merupakan sifat normal membran mukosa, dan eksudat
musinosa tidak lebih merupakan percepatan proses fisiologis dasar. Contohnya :
pilek yang menyertai berbagai infeksi pernafasan atas.
2.
Eksudat Selular
a.
Eksudat Neutrolitik
1)
Eksudat purulen, adalah eksudat neitrofilik yang paling
sering dijumpai terutama terdiri atas Polimorfonuklear (PMN), dalam jumlah yang
begitu banyak sehingga lebih menonjol daripada bagian cairan dan proteinosa. Dibentuk
sebagai respons terhadap infeksi bakteri; eksudat ini juga terdapat dalam
respons terhadap banyak cedera dan secara mencolok terjadi hampir di semua
tempat pada tubuh yang jaringannya telah menjadi nekrotik.
2)
Eksudat Supuratif, adalah kombinasi agregasi neutrofil dan
pencairan jaringan-jaringan dibawahnya
. Perbedaan signifikan antara peradangan supuratif dan purulen adalah bahwa
pada peradangan supuratif terjadi nekrosis liquefaktif pada jaringan
dibawahnya.
3.
Eksudat campuran
Adalah
campuran eksudat selular dan nonselular, dan dinamakan sesuai
campurannya,diantaranya adalah :
a.
Eksudat fibrinopurulen, yang terdiri atas fibrin dan PMN
b.
Eksudat mukopurulen, terdiri atas musin dan PMN
c.
Eksudat serofibrinosa, dan seterusnya.
D.
TIPE
DAN FUNGSI MEDIATOR RADANG
Pada
proses radang, walaupun penyebabnya berbeda-beda, namun reaksi yang terjadi
sama, hal ini dimungkinkan karena adanya zat mediator kimia yang menentukan
reaksi yang terjadi. Aktivitas biologik spesifik mediator terjadi melalui pengikatan
reseptor pada sel target. Mediator ini merangsang sel target untuk melepaskan
molekul efektor sekunder. Asal Mediator:
A.
Mediator
yang berasal dari sel:
Sumbernya adalah
trombosit, netrofil, monosit/makrofag dan sel mast dan dijumpai dalam dua bentuk,
yaitu :
1. Bentuk
yang siap pakai (disekresikan saat aktivasi) yaitu sebagai granula intrasel
(granul dalam sel) misalnya histamine dalam sel mast
2. Bentuk
yang harus disintesis terlebih dahulu bila ada stimulus/rangsang (disintesis
secara de novo) misalnya prostaglandin.
Mediator
yang berasal dari sel ini dibagi menjadi 5 kelompok yaitu :
1. Amin
Vasoaktif ( vasoactive amine ):
-
Histamin: tersebar luas
terutama dalam sel mast yang berdekatan dengan pembuluh darah, basofil dan
trombosit sirkulasi. Tersimpan dalam sel mast granula sel mast dan dilepaskan apabila
terjadi cedera fisik (trauma/panas), reaksi imunologik, reaksi anafilaksis dan
lain sebagainya. Zat ini terutama berperan pada saat permulaan proses radang
dan menyebabkan dilatasi arteriol, serta peningkatan permeabilitas kapiler fase
cepat, yang menginduksi kontraksi endotel venula dan interendotelial gap.
-
Serotonin: berefek sama
dengan histamin. Ditemukan teruama dalam granula trombosit, dilepaskan bila
terjadi agregasi trombosit.
2. Metabolit
yang berasal dari asam arakidonat.
Zat yang berasal dari asam arakidonat misalnya
prostaglandin, lekotren, zat lipid yang bersifat kemitaktik. Pembentukan asam arakidonat akan dihambat oleh obat–obat
golongan steroid. Pembentukan prostaglandin akan dihambat oleh obat–obat
aspirin dan indomethacin. Prinsip kerja zat – zat ini juga seperti zat lainnya
yaitu: Vasokonstiksi, vasodilatasi, peningkatan permeabilitas, kemotaksis.
3.
Limfokin merupakan zat aktif hasil sel T
akibat reaksi imunologik.
Termasuk
kelompok ini ialah interferon dan interleukin. Interferon mempunyai kemampuan
antiviral dan anti tumor.
4.
Nitrogen monoksida (NO) merupakan mediator
yang baru ditemukan, mengakibatkan vasodilatasi pembuluh darah, dihasilkan oleh
sel endotel dan makrofag.
5.
Radikal bebas yang berasal dari oksigen.
Zat – zat ini cenderung menimbulkan kerusakan
pada jaringan karena zat – zat ini dapat menyebabkan:
-
Kerusakan sel endotel yang secara tidak
langsung akan menyebabkan meningkatnya permeabilitas
-
Tidak
aktifnya antiprotease sehingga kerusakan jaringan akan makin luas.
B. Mediator asal plasma:
Ada dalam bentuk
prekursor dan perlu diaktifkan untuk dapat berfungsi. ada 2 sistem yaitu sistem
kinin dan sistem komplemen.
1. Sistem
kinin
Akan menghasilkan bradikinin dan proses fibrinolisis /
koagulasi.
-
Bila plasma mengenai kolagen atau
endotoksin, maka faktor hageman (disintesis oleh hati) akan diaktifkan. Rangkaian akhir ialah
terbentuknya bradikinin. Bradikinin berperan mirip histamin. Yaitu meningkatkan permeabilitas kapiler vaskular, vasokonstriksi otot polos (bronkus)
dan vasodilatasi arteriol . Nyeri terutama diakibatkan oleh bradikinin.
-
Faktor hageman akan mengaktifkan sistem
pembekuan darah, yang menyebabkan aktifasi troombin, yang selanjutnya memecah
fibrinogen terlarut dlam sirkulasi untuk menghasilkan bekuan fibrin yang tidak
mudah larut. Pada proses ini terbentuk
fibrinogen fibrinopeptida yang mengakibatkan permeabilitas pembuluh darah
meningkat dan aktifitas kemotaktik lekosit. Proses fibrinolisis akan
menyebabkan pembekuan yang bermanfaat untuk menjerat kuman.
2. Sistem
Pembekuan
Saat faktor
Hageman teraktivasi sedang menginduksi pembekuan, secara bersamaan juga
mengaktifkan sistem fibrinolisis. Mekanisme ini sebagai kontraregulasi proses
pembekuan dengan memecah fibrin sehingga dapat melarutkan bekuan fibrin. Tanpa
mekanisme ini pembekuan akan terus berlanjut dan tidak dapat dihentikan di
seluruh pembuluh darah bahkan oleh cedera ringan.
3.
Sistem komplementer
Terdiri atas kaskade
protein plasma yang berperan penting, baik dalam imunitas maupun inflamasi.
Pada imunitasfungsinya untuk membentuk MAC (Membran Attack Complex) untuk
membuat lubang pada membran mikroba yang menginvasi. Sistem komplemen akan
membentuk C3a dan C5a serta C5b yang mempunyai efek kemotaktik pada netrofil,
monosit, eosinofil, dan basofil. Efek lain ialah meningkatkan permeabilitas vaskular
dan vasodilatasi (menginduksi sel mast untuk melepaskan histamin) serta mempunyai peranan dalam fagositosis (oleh
neutrofil dan makrofag) berupa opsonisasi.
Referensi :
-
Kumar,V.,Cotran,R.S.,Robbins,S.L.(2004). Buku
ajar patologi. Edisi 7. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
-
Pringgoutomo.S.(2002).Buku Ajar Patologi (umum).Edisi 1.
Jakarta : Sagung seto.
-
Price.Sylvia.A.& Wilson.Lorraine M.(2006). Patofisiologi:
konsep klinis proses-proses penyakit.Edisi 6.Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.
-
Siti Boedina Kresno, (1991) Imunologi. Edisi kedua,
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
-
Prof. Subowo, (1993). Imunobiologi, Bandung: Penerbit
Angkasa
BalasHapuswihh nice info, saya pengunjung setia web anda
kunjung balik, di web kami banyak penawaran dan tips tentang kesehatan
Ada artikel menarik tentang obat tradisional yang mampu menyembuhkan penyakit berat, cek yuk
Obat tradisional Impetigo