M C I
1.
Pengertian
Infark
myocardium adalah suatu proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah
yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I, FKUI, 1997).
Infark
myocardium merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner besar atau
cabang-cabangnya.
2.
Anatomi dan Fisiologi Jantung
- Anatomi
Jantung
Ø Jantung berada dalam rongga thorax, dibungkus oleh kantung fibrosa
tipis yang disebut: pericardium. Perikardium ini melindungi permukaan jantung
agar dapat berfungsi dengan baik.
Ø Jantung memiliki 4 rongga, yaitu:
-
2 atrium dan
-
2 ventrikel
Ø Katup-katup jantung
-
Katup trikuspidalis: katup
antara atrium dan ventrikel kanan
-
Katup bikuspidalis: katup
antara atrium dan ventrikel kiri
-
Katup pulmonal: katup antara
ventrikel kanan dan arteri pulmonalis.
-
Katup aorta: katup antara
ventrikel kiri dan aorta ascenden.
Ø Bangunan anatomi yang fiksasi jantung:
-
Di atas à pembuluh besar aorta, trunchus
pulmonalis, vena cava superior.
-
Di bawah à diaphragm dan vena cava inferior
-
Di lateral à paru-paru.
-
Di belakang à aorta desendens dan esofagus.
Ø Arteri koronaria
Arteria
koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot jantung. Jantung menggunakan 70%
sampai 80% oksigen yang dihantar melalui arteri koronaria. Arteri koronaria
dextra memperdarahi ventrikel dextra, atrium dextra, ventrikel sinistra dan
septum arteriosum, sedangkan arteri koronaria sinistra memperdarahi bagian
anterior dan lateral dari ventrikel sinistra.
Ø Otot jantung
Secara
mikroskopis, otot jantung mirip otot serat lurik, yang berada di bawah kontrol
kesadaran. Namun secara fungsional, otot jantung menyerupai otot polos karena
sifatnya volunter. Otot jantung dinamakan miokardium. Lapisan dalam miokardium
yang berhubungan langsung dengan darah dinamakan endokardium, dan lapisan sel
bagian luar dinamakan epikardium.
- Fisiologi
jantung
Ø Elektrofisiologi
-
Aktivitas listrik jantung
terjadi akibat ion (partikel bermuatan seperti natrium, kalium dan kalsium)
bergerak menembus membran sel. Perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam
sebuah sel mengakibatkan apa yang dinamakan potensial aksi jantung.
-
Pada keadaan istirahat, otot
jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi artinya terdapat perbedaan muatan
listrik antara bagian dalam membran yang bermuatan negatif dan bagian luar yang
bermuatan positif.
-
Siklus jantung bermula saat
dilepaskannya impuls listrik, mulailah fase depolarisasi.
-
Repolarisasi: terjadi saat sel
kembali ke keadaan dasar/semula.
Ø Aliran darah melalui jantung
-
Sirkulasi
paru-paru (sirkuit pulmonal): dari ventrikel kanan à arteri pulmonalis à ke paru-paru à vena pulmonalis à atrium kiri à ventrikel kiri.
-
Sirkulasi
sistemik (sirkuit systemic): dari
ventrikel kiri à aorta à pembuluh darah sistemik ke seluruh badan + organ à vena cava superior + inferior à atrium kanan à ventrikel kanan.
- Sistem
konduksi
Dinding jantung memiliki saraf
untuk menciptakan dan transformasikan impuls listrik jantung. Jantung berdenyut
akibat potensial aksi yang ditimbulkan sendiri disebut otoritmitas jantung. Hal
ini terjadi karena 99% otot jantung adalah sel kontraktil. Sisanya berupa sel
otoritmik yang mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi. Sel yang mengalami
otoritmisasi ditemukan pada SA node, AV node dan bundle of his.
SA node
Terletak pada pertemuan antara
vena cava superior dan atrium kanan yang bertugas sebagai pace maker karena
kemampuannya menghasilkan impuls secara spontan saat depolarisasi diastol. SA
node akan menghasilkan impuls sebanyak 60-100 x/menit. SA node dikontrol oleh
sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
AV Node
Impuls diteruskan menuju AV node
yang terletak di kanan bawah atrium, di dekat septum melalui atria. Impuls
berhenti selama 0,07 detik sementara atrial berkontraksi sebelum kontraksi
ventrikel dimulai.
Bundle of His
Impuls diteruskan menuju bundle his
yang terletak di sepanjang septum interventrikular dan bercabang kiri dan
kanan. Bundle his cabang kiri meliputi endokardium septum ventrikel kanan.
Bundle his cabang kiri bercabang lagi menjadi posterior inferior dan
anterosuperior. Masing-masing cabang bundle his akan berakhir pada serabut
purkinje yang terletak pada dasar miokardium. Bila SA dan AV node tidak mampu
menghasilkan impuls maka jantung masih terus berkontraksi dengan kecepatan
impuls 40 x/menit. Lokasi diantara AV Node dan bundle his dipengaruhi
adrenergik dan ANS (Autonomic Nervous System).
- Anatomi
Fisiologi Pembuluh Darah
Pembuluh darah adalah
prasarana jalan bagi aliran darah ke seluruh tubuh. Saluran darah di seluruh
tubuh merupakan sistem tertutup dan jantung sebagai pemompanya. Ada 4 jenis
aliran darah di dalam tubuh kita, yaitu: aliran darah koroner, aliran darah
portal, aliran darah pulmonal dan aliran darah sistemik.
ALIRAN DARAH KORONER
Aliran
darah koroner adalah aliran darah yang mendistribusikan darah di dalam otot
jantung sendiri. Terdiri dari arteri koronaria kanan dan arteri koronaria kiri.
Arteri koroner kiri mempunyai 2 cabang besar yaitu: Ramus Descenden Anterior
(LAD) dan Ramus Sirkumfleks (LCX). Arteri koronaria kanan mengurus distribusi
daerah otot jantung kanan depan dan belakang serta otot jantung kiri bagian
belakang-bawah.
Arteri
interventrikular anterior mengurus distribusi darah ke otot jantung kiri depan
dan septum jantung.
Arteri
sirkumflexa kiri mengurus distribusi darah di daerah otot jantung kiri bagian
lateral kiri dan otot jantung kiri bagian posterior. Dengan demikian bila
terjadi sumbatan aliran darah koroner pada suatu cabang, maka akan menyebabkan
iskemia atau infark (nekrosis) otot jantung daerah tertentu pula.
3.
Etiologi MCI
Penyebab
paling banyak dari miokardium infark adalah penurunan suplai darah akibat
penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total
arteri oleh trombus atau emboli. Penurunan aliran darah koroner juga bisa
disebabkan oleh syok atau perdarahan. (Brunner & Suddarth, 2001, hal 788).
Penyebab
miokardium infark adalah sumbatan total atau subtotal pada pembuluh darah
koroner dan cabang-cabangnya dengan aterosklerotik berat dan trombus pada
awalnya akan menyebabkan iskemia otot jantung. (Standar Askep Medikal Bedah
Infark Miokard Seri V2, 1996).
4.
Patogenesis
Umumnya
MCI didasari oleh adanya aterosklerosis pembuluh darah koroner. Nekrosis
miokard hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri koronaria oleh
trombus yang terbentuk pada plaque aterosklerosis yang tidak stabil, juga
sering mengikuti rupture plaque pada arteri koroner dengan stenosis ringan
(50-60%). Kerusakan miokardium terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi
komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah komplit,
proses remodeling miokard yang mengalami injuri terus berlanjut sampai beberapa
minggu atau bulan. Secara morfologis Infark Miokard akut dapat transmular atau
sub endokardial.
1) Infark Miokard Akut Subendokardial à Nekrosis umumnya terjadi pada bagian dalam dinding
ventrikel dan berupa bercak-bercak dan tidak konfluens. Daerah subendokardial
merupakan daerah yang amat peka terhadap iskemia dan infark. Terjadi akibat
aliran darah subendokardial yang relatif menurun dalam waktu lama sebagai
akibat perubahan derajat penyempitan arteri coroner atau dicetuskan oleh
kondisi seperti hipertensi, perdarahan dan hipoksia. Derajat nekrosis dapat
bertambah apabila diikuti peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Misalnya
akibat takikardia atau hipertropi ventrikel.
2) Infark Miokard Transmular à lebih dari 90% berkaitan dengan trombosis koroner.
Trombosis terjadi di daerah yang mengalami penyempitan arteriosklerotik.
Penyebab lain jarang ditemukan. Misalnya perdarahan dalam plaque aterosklerotik
dengan hematom intramural, spasme dan emboli koroner.
5.
Patologi
Arteri
koroner kiri memperdarahi sebagian terbesar ventrikel kiri, septum dan atrium
kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi diafragmatika ventrikel kiri,
sedikit bagian posterior septum, dan ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA
lebih sering diperdarahi oleh arteri koroner kanan dari pada kiri (cabang
sirkumplex). Nodus AV 90% diperdarahi oleh arteri kanan dan 10% dari arteri
kiri. Kedua nodus SA dan AV juga mendapat darah dari arteri kugel. Jadi
jelaskah obstruksi arteri koroner kiri sering menyebabkan infark anterior, dan
infark disebabkan oleh obstruksi arteri koroner kanan. Tetapi bila obstruksi
telah terjadi di banyak tempat dan kolateral-kolateral telah terbentuk, lokasi
infark mungkin tidak dapat dicerminkan oleh pembuluh asal mana yang terkena.
Pada
nekrosis, MCI mungkin sulit dikenali pada 24-28 jam pertama. Setelah ini
serat-serta miokard membengkak dan nuklei menghilang. Di tempi infark dapat
terlihat perdarahan dan bendungan. Dalam beberapa hari pertama infark miokard
amat lemah. Secara histologis penyembuhan terjadi sekurang-kurangnya 4 minggu,
umumnya setelah 6 minggu.
6.
Patofisiologi
Aterosklerosis
merupakan penyebab penyakit infark miokard yang paling sering ditemukan.
Aterosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteria
koronaria, sehingga secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah. Bila
lumen menyempit maka resistensi terhadap aliran darah akan meningkat dan
membahayakan aliran darah miokardium. Bila penyakit ini semakin lanjut, maka
penyempitan lumen akan diikuti perubahan vaskular yang akan mengurangi
kemampuan pembuluh darah untuk melebar. Dengan demikian keseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen menjadi genting, membahayakan miokardium distal
dari daerah lesi.
Meskipun
penyempitan lumen berlangsung progresif dan kemampuan vaskular untuk memberikan
respon juga berkurang, manifestasi klinis penyakit belum tampak sampai proses
aterogenik sudah mencapai tingkat lanjut. Fase preklinis dapat berlangsung
20-40 tahun.
Lesi yang
bermakna yang dapat mengakibatkan iskemia dan disfungsi miokardium biasanya
menyumbat lebih dari 75% lumen pembuluh darah. Yang dapat menyebabkan
terjadinya iskemia akibat kebutuhan O2 yang tidak seimbang. Iskemia
yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel
dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium.
Berkurangnya
kadar oksigen memaksa miokardium mengubah metabolisme yang bersifat aerobik
menjadi metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik lewat lintasan glikolitik
jatuh lebih tidak efisien apabila dibandingkan dengan metabolisme aerobik
melalui fosforilasi oksidatif dan siklus krebs. Pembentukan fosfat berenergi
tinggi menurun cukup besar. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat,
akan tertimbun sehingga menurunkan pH sel.
Gabungan
efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat
mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi daerah miokardium yang
terserang berkurang; serabut-serabutnya memendek, dan daya serta kecepatannya
berkurang. Selain itu, gerakan dinding segmen yang mengalami iskemia menjadi
abnormal, bagian tersebut akan menonjol keluar setiap kali ventrikel
berkontraksi.
Berkurangnya
daya kontraksi dan gangguan gerakan jantung mengubah hemodinamika. perubahannya
bervariasi sesuai dengan ukuran segmen yang mengalami iskemia, dan derajat
respon refleks kompensasi sistem saraf otonom. Menurunnya fungsi ventrikel kiri
dapat mengurangi curah jantung dengan berkurangnya curah sekuncup (jumlah darah
yang dikeluarkan setiap kali jantung berdenyut). Berkurangnya pengosongan
ventrikel saat sistol akan memperbesar volume ventrikel, akibatnya tekanan
jantung kiri akan meningkat, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan
bagi dalam kapiler paru-paru akan meningkat.
Manifestasi
hemodinamika yang sering terjadi adalah peningkatan tekanan darah, dan denyut
jantung kemudian diikuti dengan nyeri, pola ini merupakan respon kompensasi
simpatis terhadap berkurangnya fungsi miokardium.
Iskemia
yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan selular yang
ireversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengalami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark
dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup.
Otot yang
mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya
proses penyembuhan. Mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan
sianotik akibat terputusnya aliran darah regional. Dalam jangka waktu 24 jam
timbul edema pada sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit.
Menjelang hari ke-2/ke-3 mulai terjadi proses degradasi jaringan dan pembuangan
semua serabut nekrotik. Pada minggu ke-3 mulai terbentuk jaringan parut. Lambat
laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan otot yang nekrosis dan mengalami
penebalan yang progresif. Pada minggu ke-6 parut sudah terbentuk dengan jelas.
Yang dapat menyebabkan mengurangi/ mengganggu fungsi ventrikel.
Infark
miokardium juga dapat menyebabkan gangguan konduksi atau berhenti berkontraksi
secara permanen sehingga terjadi aritmia akibatnya terjadi penurunan cardiac
output yang dapat menyebabkan kematian.
8.
Manifestasi Klinis
- Nyeri
1)
Kualitas nyeri:
Seperti
diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat.
2)
Lokasi dan penyebaran nyeri
Nyeri
terletak di bagian bawah sternum dan perut atas. Nyeri akan terasa lebih berat
sampai tidak tertahankan, nyeri dapat menyebar ke bagian atas tubuh mana saja,
tetapi sebagian besar menyebar ke leher, rahang, bahu, dan ke lengan tangan
kiri.
3)
Serangan dan lamanya nyeri
Nyeri
dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus.
4)
Faktor yang mendahului:
Seringkali
karena emosi yang parah, atau setelah gerakan namun bisa timbul waktu
istirahat.
5)
Faktor yang meringankan:
Istirahat,
nitrogliserin dan perubahan posisi.
- Mual
dan muntah
Timbulnya mual dan muntah
mungkin berkaitan dengan nyeri hebat.
- Perasaan
lemas dan pusing
Berkaitan dengan penurunan aliran
darah ke otot-otot rangka dan ke otak.
- Kulit
dingin, pucat dan lembab
Akibat vasokonstriksi simpatis.
- Perubahan
tanda vital:
Nadi menjadi cepat sebagai respon
terhadap nyeri atau karena cardiac output yang berkurang yang bisa terjadi
karena gangguan konduksi. Tekanan darah menurun bila ekstensitas kerusakan
kardiak bertambah.
- Pengeluaran
urine berkurang
Karena penurunan aliran darah
ginjal serta peningkatan aldosteron dan ADH.
- Perilaku:
seringkali kebingungan, cemas
- Bunyi
nafas:
Tidak terdengar ada perubahan,
kecuali bila timbul edema paru, dan akan terdengar rales.
9.
Pemeriksaan Penunjang MCI (Mio
Cardium Infark)
Untuk
mendiagnosis penyakit MCI biasanya berdasarkan pada riwayat penyakit sekarang,
elektrokardiogram dan serangkaian enzim serum. Pemeriksaan fisik selalu
dilakukan namun hal ini tidak cukup untuk menegakkan diagnosis.
- Riwayat
penyakit pasien
- Elektrokardiografi
·
Ekokardiografi
·
Pemeriksaan
radioisotop
·
Radiologi
- Laboratorium
(serangkaian enzim serum)
·
Kreatin
kinase dan isoenzim
·
Pemeriksaan
SGOT meningkat 12 jam pertama
·
Reaksi
nonspesifik berupa leokositosis polimorfonuklear (PMN) mencapai 12.000-15.000
dalam beberapa jam dan bertahan 3-7
hari.
·
LED
meningkat perlahan mencapai puncaknya dalam 1 minggu dan bertahan 1-2 mg.
10.
Diagnosa Banding
a.
Angina pektoris tidak
stabil/insufisiensi koroner akut. Pada kondisi ini angina dapat berlangsung
lama, tetapi EKG hanya memperlihatkan depresi segmen ST tanpa disertai
gelombang Q patologis dan tanpa disertai peningkatan enzim.
- Diseksi
Aorta
Nyeri dada di sini umumnya amat
hebat, dapat menjalar ke perut dan punggung, nadi perifer dapat asimetris dan
dapat ditemukan bising diastolik dini di parasetamol kiri. Pada foto rontgen
dada tampak pelebaran mediastinum.
- Kelainan
saluran cerna bagian atas
Nyeri berkaitan dengan makanan dan
cenderung timbul pada waktu tidur. Kadang-kadang ditemukan EKG non-spesifik.
- Kelainan
lokal dinding dada
Nyeri umumnya setempat, bertambah
dengan tekanan atau perubahan posisi tubuh.
- Kompresi
saraf (terutama C-8)
Nyeri terdapat pada distribusi
saraf tersebut.
- Kelainan
intra abdominal
Kelainan akut atau
pankreatitis tanpa menyerupai MCI.
11.
Penatalaksanaan Medis
Tujuan
penatalaksanaan medis adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi
kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara,
segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen jantung.
Terapi obat-obatan, pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan bersamaan
untuk tetap mempertahankan jantung. Obat-obatan digunakan untuk meningkatkan
suplai oksigen, sementara tirah baring dilakukan untuk mengurangi kebutuhan
oksigen. Hilangnya nyeri merupakan indikator utama bahwa kebutuhan dan suplai
telah mencapai keseimbangan.
Untuk
miokardium infark akut penatalaksanaannya adalah sebagai berikut:
- Istirahat
total
- Diet
makanan lunak/saring serta rendah garam (bila ada gagal jantung)
- Pasang
infus dextrose 5% untuk persiapan pemberian obat intravena.
- Atasi
nyeri:
a)
Morfin 2,5-5 mg (IV) atau
petidin 25-50 mg (IM), bisa diulang.
b)
Lain-lain: nitrat, antagonis
kalsium, dan betabloker.
- Oksigen
2-4 liter/menit.
- Sedatif
sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg/oral. Para insomnia bisa ditambah
flurazepam 13-15 mg.
- Antikoagulan
a)
Heparin 20.000-40.000 untuk 24
jam (IV) tiap 4-6 jam atau drip (IV).
b) Diteruskan asetakumoral atau warfarin
- Streptokinase/trombolisis
Pengobatan ditujukan untuk sedapat
mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner. Bila ada tenaga
terlatih trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan
trombolisis kematian dapat diturunkan sebesar 40%.
Tindakan Pra Rumah Sakit:
- Sebagai
penghilang rasa sakit dan penenang, diberikan morfin 2,5-5 mg atau
petidine 25-50 mg (IV) perlahan-lahan. Hati-hati pada penggunaan morfin
pada miokard infark akut inferior karena dapat menimbulkan bradikardi dan
hipotensi, terutama pada pasien asma bronkial dan orang tua. Sebagai
penenang dapat diberikan diazepam 5-10 mg.
- Diberikan
infus dextrose 5% atau NaCl 0,9% dan oksigen 2-4 l/mnt.
Pasien dibawa ke RS yang memiliki
fasilitas ICCU. Bila ada tenaga terlatih beserta fasilitas konsultasi (EKG
transtelfonin/tele EKG) trombolisis dapat dilakukan. Pantau dan obati aritmia
maligna yang timbul.
Tindakan perawatan di rumah
sakit:
Pasien
dimasukkan ke ICCU atau ruang rawat dengan fasilitas penanganan aritmia
(monitoring). Lakukan tindakan di atas bila belum dilakukan. Pengambilan darah
untuk pemeriksaan lab (darah rutin, kreatinin, CK, CK-MB, SGPT, LDH, elektrolit
terutama K+, PT (protrombin time), APTT (Activated Partial
Thromboplastine time). Monitor irama jantung sampai kondisi stabil. Rekaman EKG
dapat diulang setiap hari selama 72 jam pertama infark.
12.
Farmakoterapi
Ada 3
kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan suplai oksigen yaitu:
- Vasodilator
- Antikoagulan
- Trombolitik
Ad.1
Vasodilator
Merupakan pilihan untuk mengurangi nyeri jantung yaitu
nitrogliserid (NTG) intravena. Dengan dosis yang bervariasi antara satu pasien
dengan pasien yang lainnya. Dosis ini ditentukan berdasarkan berat badan dan
diukur dalam miligram per kilogram BB. Nitrogliserin (NTG) menyebabkan dilatasi
arteri dan vena yang menyebabkan pengumpulan darah di perifer, sehingga
menurunkan jumlah darah yang kembali ke jantung (preload) dan mengurangi beban
kerja (workload) jantung. Karena NTG juga bekerja pada arteri maka penurunan
tekanan darah juga merupakan hasil yang diharapkan.
Ad.2 Antikoagulan
Heparin merupakan pilihan
antikoagulan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin
memperpanjang waktu pembekuan darah, sehingga dapat mengurangi kemungkinan
trombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah. Heparin diberikan setelah
streptokinase.
Ad.3 Trombolitik
Tujuan pengobatan ini adalah
untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk di arteri koroner,
memperkecil penyumbatan dan juga luasnya infark. Untuk hasil yang efektif
trombolitik diberikan pada awal awitan nyeri dada.
Ada 3 macam obat trombolitik
yang terbukti bermanfaat melarutkan trombus (trombolisis) yaitu:
Ø Streptokinase à bekerja secara sistemik pada mekanisme pembekuan
dalam tubuh, terbukti efektif melarutkan bekuan darah.
Ø Aktivator plasminogen jaringan (t-PA =
tissue Plasminogen Activator) kerjanya spesifik dalam melarutkan bekuan darah.
Ø Anistreplase à bekerja secara spesifik dalam melarutkan bekuan
darah.
Pemberian analgetik dibatasi
hanya untuk pasien yang efektif diobati dengan nitrat dan antikoagulan.
Analgetik pilihan masih tetap morfin sulfat yang diberikan secara intravena
dengan dosis 1 sampai 2 mg. Respon terhadap kardiovaskuler dipantau dengan
cermat karena sewaktu-waktu tekanan darah dapat turun.
13.
Komplikasi
- Perluasan
infark dan iskemia pasca infark.
- Aritmia
(sinus bradikardi, supraventrikular takiaritmia, aritmia ventrikular,
gangguan konduksi).
- Disfungsi
otot jantung (gagal jantung kiri,
hipotensi dan syok)
- Infark
ventrikel kanan
- Defek
mekanik
- Ruptur
miokard
- Aneurisme
- Perikarditis
dan trombus mural.
14.
Prognosis
Tiga faktor penting yang
menentukan indeks prognosis adalah:
- Potensi
terjadinya aritmia yang gawat.
- Potensi
serangan iskemia lebih jauh.
- Potensi
pemburukan gangguan hemodinamik lebih jauh (bergantung dengan luas daerah
infark).
Hal tersebut dapat dievaluasi
dengan melakukan pemeriksaan uji latih jantung pemeriksaan Holter monitoring
EKG, pemeriksaan elektrofisiologi, ekokardiogram dengan pembebanan dan kateterisasi
jantung.
15.
Rehabilitasi
Rehabilitasi
dimulai sejak pasien masuk/dirawat di ruang perawatan intensif dilanjutkan
dengan perawatan biasa kemudian diikuti perawatan di luar rumah sakit.
Rehabilitasi setelah perawatan di rumah sakit yang dilaksanakan dalam kelompok
untuk pasien pasca infark memberikan hasil yang baik dalam memperbaiki
kemampuan fisik dan kepatuhan pasien mengikuti program pengobatan. Pengelolaan
faktor resiko seperti berhenti merokok serta pengobatan terhadap hipertensi,
hiperlipidemia dan DM sangat penting. Diperlukan juga konseling untuk program
diit, latihan jasmani dan penyesuaian gaya hidup paska infark.
PROSES KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
Pengkajian keperawatan hendaknya
sistematis dan ditujukan untuk mengidentifikasi kebutuhan jantung pasien dan
menentukan prioritas kebutuhannya. Selain itu, pengkajian fisik yang lengkap
dan tepat juga sangat penting untuk mendeteksi adanya komplikasi. Metode
sistematis yang digunakan dalam pengkajian harus meliputi parameter berikut:
Tingkat Kesadaran: Meliputi orientasi terhadap: waktu,
tempat, orang. Perubahan penginderaan berarti bahwa jantung tidak mampu memompa
darah untuk oksigenisasi ke otak yang cukup. Pasien yang mendapat pengobatan
yang mempengaruhi pembekuan darah harus dibangunkan sesering mungkin untuk
mengkaji status mentalnya dan mengkaji tanda-tanda perdarahan otak.
Nyeri dada: Ada atau tidaknya nyeri dada adalah
satu-satunya temuan terpenting pada pasien dengan miokard infark akut. Pada
episode nyeri dada harus dicatat EKG 12 lead. Pasien juga dapat ditanya
intensitas nyerinya dengan menggunakan skala 0-10 dan lokasinya.
Frekuensi dan irama
jantung: frekuensi
dipantau akan adanya kenaikan dan penurunan yang tidak dapat dijelaskan,
sedangkan irama dipantau apakah ada penyimpangan terhadap irama sinus. Bila
terjadi disritmia tanpa nyeri dada, maka parameter klinis lain selain
oksigenisasi harus dicari, seperti kadar kalium serum terakhir.
Bunyi jantung: Biasanya setelah terjadi MI akan timbul
bunyi Bj 3, yang dihasilkan suatu dara. Dalam ventrikel menghantam dinding yang
tidak lentuk dari jantung yang rusak yang dikenal sebagai gallop ventrikel.
Murmur jantung atau friction rub perikardium dapat didengar dengan mudah
sebagai bunyi tambahan. Jika didapati friction rub à menunjukkan adanya perikarditis.
Tekanan darah: Tekanan darah diukur untuk menentukan
respon terhadap nyeri dan keberhasilan terapi, khususnya terapi vasodilator.
Penurunan tekanan nadi merupakan mengurangi volume sekuncup.
Denyut nadi perifer. Perbedaan frekuensi denyut nadi perifer
dan frekuensi denyut jantung menegaskan adanya disritmia seperti fibrilasi
atrium. Denyut nadi perifer à
merupakan evaluasi untuk menentukan kecukupan aliran darah ke ekstremitas.
Denyut nadi perifer melemah à terjadi
penyumbatan aliran darah.
Warna kulit dan suhu: Tempat terbaik untuk memeriksa warna
kulit adalah pada kuku, selaput mukosa mulut, dan cuping telinga hal ini karena
warna kulit setiap orang berbeda. Pada pasien yang mengalami kesulitan
mempertahankan kebutuhan oksigen maka pada daerah/tempat tersebut akan tampak
biru atau ungu. Pasien yang kulitnya dingin, lambat dan berkeringat dingin
(diaforesis) mungkin merupakan respon terhadap terapi medis atau kolaps
kardiovaskuler yang berlanjut seperti pada syok kardiogenik.
Paru: Setiap peningkatan atau penurunan
frekuensi pernafasan harus diawali seiring dengan adanya kesulitan nafas.
Gerakan nafas harus teratur dan tanpa hambatan aliran udara. Batuk kering,
pendek, sering merupakan tanda gagal jantung. Auskultasi dada à untuk mengetahui adanya wheezing dan krekel.
Wheezing à udara yang melintasi celah sempit;
cracklesà udara bergerak melalui air dan bila
terjadi MI akut, biasanya menunjukkan gagal jantung.
Fungsi gastrointestinal: Mual dan muntah dapat terjadi pada AMI.
Bila muntah à catat jumlah dan periksa adanya darah.
Diit cair dapat meringankan kerja jantung dengan cara mengurangi aliran darah
yang diperlukan untuk mencerna makanan padat. Jika diperlukan prosedur invasif,
maka kemungkinan aspirasi dapat dikurangi, bila pasien hanya menelan makanan
cair.
Pemeriksaan abdomen:
auskultasi adanya bising usus, palpasi apakah ada nyeri tekan di setiap
kuadran, juga dikaji ada tidaknya flatus. Setiap faeces yang dikeluarkan à diperiksa adanya darah khususnya pada pasien-pasien
yang mendapat obat-obatan yang mempengaruhi pembekuan darah.
Status volume cairan. Pengukuran intake dan output cairan
sangat penting. Pada sebagian besar kasus, cairan yang seimbang atau cenderung
negatif akan lebih baik, hal ini dihubungkan pada pasien AMI, harus menghindari
kelebihan cairan dan kemungkinan terjadinya gagal jantung, disamping itu pasien
juga diperiksa apakah ada oedema à oedema
serum pada pasien yang tirah baring. Oliguria à merupakan tanda awal syok kardiogenik yang disertai
hipotensi.
2.
Analisa Data
- Data subjektif
|
Pasien mengeluh:
Ø Nyeri dada
Ø Sulit bernafas (dispnea)
Ø Berkeringat dingin (diaphoresis)
Ø Pingsan (sinkop)
Ø Fatigue
Ø Mual, muntah
Ø lemas
- Data
objektif
Tingkat Kesadaran
-
Berkurangnya
orientasi terhadap waktu, tempat, orang
-
Perubahan
status penginderaan mental.
-
Bicara
pelo dan suara dengkur yang lebih kuat pada saat tidur
-
Penurunan
respon motorik
Frekuensi dan Irama jantung
-
Frekuensi
dapat meningkat atau menurun
-
Irama
tidak teratur (deviasi terhadap irama sinus)
-
Bila
terjadi disritmia tanpa nyeri dada à cek
kalium
Bunyi jantung
-
Ditemukan
bunyi jantung tiga yang abnormal yang dikenal sebagai gallop. Ventrikel dan
bunyi jantung empat yang dikenal sebagai gallop atrial atau presistolik.
Murmur jantung atau
friction rub
-
Awitan
murmur yang sebelumnya tidak ada, menunjukkan perubahan fungsi otot miokard.
-
Friction
rub à perikarditis.
Tekanan darah
-
Penurunan
tekanan nadi (perbedaan angka antara tekanan sistol dan diastole), biasa
terjadi setelah miokard infark à terjadi
pengurangan isi sekuncup.
Denyut nadi perifer
-
Adanya
perbedaan frekuensi denyut nadi perifer dari frekuensi denyut jantung à disritmia seperti AF.
-
Denyut
nadi melemah à penyumbatan aliran darah.
Warna kulit dan suhu
-
Warna
biru atau ungu à pada pasien yang mengalami kesulitan
mempertahankan kebutuhan O2.
-
Kulit
teraba dingin, lembab dan berkeringat dingin (diaforesis) à kolaps kardiovaskular à syok kardiogenik atau respon dari therapi medis.
Paru
-
Sering
ditemukan adanya kesulitan bernafas (dispnea)
-
Nafas
pendek.
-
Batuk
kering, pendek à tanda gagal jantung
-
Wheezing
dan krekel.
Fungsi gastrointestinal
-
Mual
dan muntah à AMI
-
Nyeri
tekan abdomen
-
Kemungkinan
adanya darah di faeces pada pasien yang mendapat obat-obatan yang mempengaruhi
pembekuan.
Status volume cairan
-
Berkurangnya
urine yang keluar (oliguria) à tanda
shock kardiogenik.
-
Edema
daerah sacrum dan bagian tubuh lain (sehubungan dengan peredaran darah yang
statis).
-
Penambahan
BB.
- Data
Diagnostik
-
Didapati
perubahan pada EKG; (gelombang Q, ST segmen, dan gelombang T).
-
Pemeriksaan
laboratorium; didapati
peningkatan serum CPK-MB, LDH, leukositosis dan LED (erythrocyte sedimentation
rate). Peningkatan LDH dalam serum terjadi bila ada kerusakan pada miokardial,
yaitu pada 12 jam setelah terjadi kerusakan yang kemudian akan memuncak dalam
24-48 jam, kemudian lambat laun akan kembali normal selama 10 hari.
-
Leukositosis
biasanya muncul pada hari ke dua setelah infark miokard dan menghilang dalam
satu minggu.
-
Radionuclide
imaging: didapati lokasi
infark miokard (pemeriksaan ini tidak dapat membedakan infark lama dan baru
juga tidak digunakan pada kasus akut miokard infark).
-
Positron
emission Tomography;
ditemukan metabolisme jantung dan perfusi jaringan yang kurang adekuat.
-
Magnetic
Resonance Imaging (MRI):
Didapati perubahan struktur dan miokardium dan perikardium.
-
Echocardiography: Ditemukan adanya penurunan kemampuan
jantung berkontraksi dan berelaksasi dan kelainan fungsi katup-katup.
-
Transesophageal
Echocardiography;
Didapati penurunan kemampuan berkontraksi dan berelaksasi pada bagian posterior
dinding jantung.
3.
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data subjektif,
objektif dan diagnostik, maka diagnosa keperawatan pasien mencakup:
a.
Nyeri dada berhubungan dengan
berkurangnya aliran darah koroner.
b.
Penurunan curah jantung
berhubungan dengan penurunan kontraktilitas jantung.
c.
Resiko tinggi terjadi gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar sekunder
terhadap akumulasi cairan dalam paru-paru.
d.
Resiko tinggi konstipasi
berhubungan dengan tirah baring.
e.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
f.
Manajemen regiment terapeutik
kurang efektif berhubungan dengan kurang pengetahuan.
g.
Cemas berhubungan dengan rasa
takut akan kematian.
Masalah kolaborasi:
Ø Disritmia
Ø Edema paru akut
Ø Gagal jantung kongestif
Ø Tromboembolisme
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan perfusi miokard
berhubungan dengan berkurangnya aliran darah koroner.
Hasil
yang diharapkan: Nyeri dada berkurang atau hilang.
a.
Kaji dan dokumentasikan serta
laporkan hal-hal berikut:
-
Keluhan pasien mengenai nyeri
obat, meliputi lokasi, radiasi, durasi nyeri dan faktor yang mempengaruhinya.
-
Efek nyeri dada pada perfusi
jaringan hemodinamik kardiovaskuler, terhadap jantung, otak, ginjal dan kulit.
b.
Melakukan pencatatan EKG 12
lead selama nyeri, sesuai yang diresepkan, untuk menentukan luasnya infark.
c.
Memberikan oksigen sesuai yang
diinstruksikan.
d.
Memberikan terapi sesuai
instruksi dan mengevaluasi respon pasien secara terus menerus.
e.
Memastikan bahwa istirahat
telah cukup, menggunakan pegangan pada sisi tempat tidur. Tempat tidur bagian
kepala ditinggikan untuk menambah kenyamanan. Diet cair bila dapat ditoleransi.
Lengan disokong selama melakukan aktivitas ekstremitas atas. Memberikan obat
pencahar untuk mencegah mengejan saat BAB. Memberi suasana tenang dan
menghilangkan ketakutan serta kecemasan dengan selalu siap membantu, tenang dan
kompeten. Hindari dari pengunjung.
f.
Meningkatkan kenyamanan fisik
dengan menyediakan asuhan keperawatan dasar kepada semua pasien.
2.
Penurunan curah jantung yang
berhubungan dengan penurunan kontraktilitas jantung
Hasil
yang diharapkan:
Dalam 1
jam setelah tindakan/intervensi, pasien mempunyai curah jantung yang adekuat
ditandai dengan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg, nadi < 100
x/menit, urine > 30 cc/jam, P: 12-20 x/mnt, dengan pola dan kedalaman normal
(eupnea) tidak ada krekel’s dan edema < + 1.
a.
Kaji dan catat berikut ini
sebagai indikator curah jantung menurun:
-
Gelisah dan perubahan tingkat
kesadaran.
-
Bunyi jantung extra misal: S3
-
Tekanan darah sistolik < 90
mmHg
-
Nadi: 100 x/mnt
b.
Observasi dan laporkan
akumulasi cairan paru-paru, dispnoe, krekels, sesak nafas.
c.
Observasi dan laporkan produksi
urine jika < 30 ml/jam dan peningkatan BJ Urine > 1,030.
d.
Kaji terhadap edema perifer
(sakral dan pedal).
e.
Pertahankan infus IV sesuai
program. Biasanya cairan dipantau dengan ketat untuk mencegah kegagalan dan
kelebihan beban sirkulasi.
f.
Berikan obat sesuai program,
seperti penyekat beta dan vasodilator untuk mengurangi kerja jantung dan
mencegah penurunan curah jantung.
g.
Siapkan pasien untuk
kemungkinan pemindahan ke ruang rawat intensif.
3.
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Hasil
yang diharapkan:
Selama
latihan/aktivitas, pasien merentang aktivitas yang diprogramkan pada <
3 pada skala 0-10 dan menunjukkan toleransi jantung terhadap aktivitas;
ditandai dengan tekanan darah sistolik < 20 mmHg dari tekanan darah
sistolik istirahat, bernapas < 20 x/mnt, nadi < 12 x/mnt
(atau < 20 x selama nadi pada fase istirahat).
a.
Pantau pasien terhadap
tanda-tanda intoleransi aktivitas dan minta pasien untuk melakukan aktivitas
yang diprogramkan.
b.
Amati/observasi dan laporkan
gejala-gejala curah jantung menurun atau gagal jantung seperti: TD menurun,
ekstremitas dingin, oliguria, nadi perifer menurun, denyut nadi meningkat.
c.
Pantau dan waspadai haluaran
urine < 30 cc/jam, auskultasi lapang paru setiap 2 jam terhadap krekels yang
dapat terjadi pada retensi cairan dan gagal jantung.
d.
Palpasi nadi perifer pada
interval sedang, waspadai ketidakteraturan dan penurunan amplitudo yang
merupakan sinyal gagal jantung.
e.
Berikan oksigen dan obat-obatan
sesuai program.
f.
Selama periode akut dari curah
jantung menurun dan sesuai program, dukung pasien dalam mempertahankan tirah
baring dengan mempertahankan barang-barang milik pribadi dalam jangkauan,
memberi situasi yang tenang dan batasi pengunjung untuk memastikan periode
istirahat tanpa gangguan.
g.
Bantu pasien untuk menggunakan
pispot, bila ke kamar mandi tidak diijinkan.
h.
Bantu pasien untuk menggunakan
latihan rentang gerak pasif atau dibantu seperti ditentukan oleh toleransi
aktivitas dan keterbatasan aktivitas.
i.
Bila mungkin ajarkan pasien
mengukur denyut nadi sendiri untuk mengukur toleransi aktivitas yang sesuai.
4.
Resiko tinggi terjadinya gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler alveolar sekunder
terhadap akumulasi cairan dalam paru-paru.
Hasil
yang diharapkan:
Dalam 30
menit setelah tindakan/intervensi diharapkan pasien mempunyai pertukaran gas
yang adekuat, ditandai dengan kondisi eupnea. Minimal 24 jam sebelum pulang,
PaO2 pasien > 80 mmHg, PaCO2 35-45 mmHg, dan
saturasi O2 > 95%.
a.
Kaji nilai AGD dan waspadai
adanya hipoksemia (penurunan PaO2), penurunan saturasi O2
atau hiperventilasi (penurunan PaCO2).
b.
Auskultasi lapang paru setiap 2
jam terhadap krekels yang terjadi pada akumulasi cairan.
c.
Pantau perubahan yang tiba-tiba
pada pola pernafasan (peningkatan dispnea atau penurunan pernafasan) yang dapat
terjadi dengan meluasnya infark dan penurunan curah jantung, bila terjadi
segera dilaporkan.
d.
Pantau tekanan darah, pada
keadaan tidak adanya hipotensi, tempatkan pasien pada posisi semi fowler untuk
mengurangi dispnea.
e.
Berikan O2 sesuai
program. Berikan O2 yang dilembabkan untuk membantu mencegah efek
pengeringan pada mulut dan mukosa nasal.
f.
Berikan analgesik yang
diresepkan (biasanya MO sulfat). Untuk mengurangi beban kerja jantung dengan
vasodilatasi dan memudahkan upaya pernafasan.
5.
Resiko tinggi konstipasi dengan
tirah baring yang lama dan obat-obat anti nyeri dan makanan rendah serat.
Pasien
kadang mengatakan dan kadang merasakan kejang perut dan nyeri saat defekasi.
Tujuan:
Pasien dapat memperbaiki pola eliminasi BAB, dimana saat defekasi kotoran feses
keluar tanpa adanya ketegangan atau tidaknya adanya refleks vasovagal.
Tindakan
yang diberikan:
a.
Memastikan keadekuatan alat
pencernaan dalam pemberian makanan dan keadekuatan cairan yang masuk.
b.
Monitor keefektifan pencahar;
mengajarkan cara pencegahan/mencegah ketegangan gerak pembuluh darah.
c.
Gunakan kursi khusus untuk BAB
untuk mengurangi ketegangan dan memberi rasa nyaman pada pasien saat BAB.
6.
Kurangnya pengetahuan tentang
miokard infark berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan:
Pengetahuan pasien tentang miokard infark akan meningkat.
a.
Informasikan kepada pasien bila
terjadi serangan angina untuk istirahat, relaksasi, penggunaan nitrogliserin
dan pengobatan angina lainnya.
b.
Dengan segera mencari
pertolongan medik jika dalam 30 menit nyeri dada masih terasa sakit/menghubungi
dokter.
c.
Informasikan tentang prosedur diagnostik
seperti: kateterisasi jantung.
d.
Informasikan tentang pentingnya
memodifikasi gaya hidup, misalnya tentang merokok, kolesterol, aktivitas dan
obat-obatan.
e.
Informasikan faktor-faktor
presipitasi yang dapat menyebabkan terjadinya miokard infark seperti: aktivitas
selama musim dingin, setelah makan berat (heavy meal), setelah melakukan
aktivitas seksual dan beberapa faktor psikologis seperti: marah, penolakan,
dll.
7.
Cemas berhubungan dengan rasa
takut akan kematian.
Tujuan:
Rasa cemas dapat berkurang sampai dengan hilang.
a.
Kaji dan dokumentasikan dan
laporkan pada dokter, tentang tingkat kecemasan pasien dan keluarganya serta
mekanisme koping.
b.
Kaji kebutuhan bimbingan
spiritual dan rujuk bila perlu.
c.
Berikan kesempatan pada pasien
dan keluarganya untuk mengekspresikan kecemasan dan ketakutannya.
-
Dengan memberikan empati.
-
Dengan mempermudah komunikasi
seperti mendengarkan membimbing dll.
-
Dengan menjawab pertanyaan.
d.
Manfaatkan waktu kunjungan yang
fleksibel, yang memungkinkan kehadiran keluarga untuk membantu mengurangi
tingkat kecemasan pasien.
e.
Dukung partisipasi aktif dalam
program rehabilitasi jantung.
f.
Ajarkan teknik pengurangan
cemas.
B.
Evaluasi
Evaluasi berdasarkan hasil yang
diharapkan dari pasien.
Hasil yang diharapkan:
1.
Pasien menunjukkan pengurangan
nyeri.
2.
Tidak menunjukkan kesulitan
dalam bernafas.
3.
Perfusi jaringan terpelihara
secara adekuat.
4.
Memperlihatkan berkurangnya
kecemasan.
5.
Mematuhi program perawatan
diri.
6.
Tidak menunjukkan adanya
komplikasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Barbara
C. Long, Essential of Medical Surgical Nursing. A Nursing Process Approach.
CV Mosby Company St. Louis, USA, 1986.
Hudak,
Carolyn M, Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, EGC, Jakarta, 1997.
Smeltzer,
Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah Brunner and Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, Edisi 8, Jakarta: EGC, 2001.
Sherwood,
Lauralee: Human Physiology: From Cells to System, 2 ed. West; A Division
of International Thomson Publishing Inc, 1996.
Lewis,
Mantik Sharon, 2000. Medical Surgical Nursing. Fifth edition. Philadelphia.
Mosby Company.
S. Harun,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, (Infark Miokard Akut), Edisi 3,
Jakarta: Balai Penerbit FKUI (1997).
0 komentar:
Posting Komentar