“Khairunnaas anfa’uhum linnaas”
(Sebaik-baik
manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain)
(Nabi Muhammad shallallaahu‘alaihi wasallam)
(Nabi Muhammad shallallaahu‘alaihi wasallam)
“Where’s the glory in repeating what
others have done?” (Rick Riordan)
Perkembangan Kardiologi
Kardiologi sebagai salah satu cabang
ilmu kedokteran dan ranting ilmu pengetahuan tentu saja tidak lepas dari sifat
ilmu pengetahuan itu sendiri yang dinamis. Kedinamisan ilmu kedokteran
tercapai, salah satunya, karena adanya penemuan-penemuan teori, metode, terapi,
dan alat-alat. Begitu pun kardiologi, ia sudah sedemikian berkembangnya di era
nanotechnology ini. Buah pikiran dari para cerdik cendekia seakan menjadi gaya
dorong bagi bahtera kardiologi untuk bertolak dari zamanWilliam Harvey,
orang pertama yang menjelaskan sirkulasi darah, ke zaman transplantasi
jantung sekarang ini. Karya-karya para pakar terwujud dalam bentuk yang
beraneka ragam dan penemuan modalitas diagnostik adalah satu di antaranya.
Penemuan Terbesar Ketujuh dalam Kardiologi
Salah satu modalitas diagnostik yang
penting dalam kardiologi adalah pemeriksaan kateterisasi jantung. Pemeriksaan
ini terutama berguna dalam aspek evaluasi hemodinamika yaitu untuk
mengukur tekanan intrakardiak, saturasi darah dalam ruang-ruang jantung, serta cardiac
output.
Sukar dibayangkan bagaimana kita
bisa mengukur ketiganya sekaligus tanpa modalitas ini. Tak heran, menjelang
awal dekade ini, kateterisasi jantung dinobatkan dalam sebuah artikel menjadi
salah satu dari sepuluh penemuan terbesar dalam kardiologi pada abad ke-20.
Ya, pada tahun 2002, Nirav J. Mehta dan Ijaz A. Khan dari Division of
Cardiology, Creighton University School of Medicine menempatkan
kateterisasi jantung pada urutan ketujuh di antara jajaran penemuan-penemuan
kardiologi yang luar biasa abad kemarin.
Sejarah Awal
Sejarah kateterisasi jantung,
angioplasti, dan intervensi-intervensi kateter lainnya adalah perjalanan
spektakuler yang diwarnai oleh kisah orang yang bertindak jenius tanpa
gentar akan risiko sekaligus kisah kemujuran dalam menemukan sesuatu yang tak
terduga sebelumnya akan menjadi suatu tiang pancang historis. Menemukan
sesuatu yang baru lalu mencetak sekaligus merintis kejayaan adalah apa yang
telah ditorehkan para founding father kardiologi intervensi.
Ini sangat sejalan dengan kutipan Rick Riordan di atas; mencetak
kesuksesan tidak bisa dicapai dengan mengulang apa yang telah diperbuat oleh
orang lain.
Waktu yang tidak singkat, sekitar
empat ratus tahun, telah dilewati untuk mengubah secara bertahap metode kateterisasi
jantung sampai akhirnya menjadi semaju sekarang ini. Dengan kata lain,
metode ini telah ber-evolusi. Salah satu langkah besar yang mengawali
evolusi ini adalah terdeskripsikannya sirkulasi darah manusia oleh sang pionir,
William Harvey, pada tahun 1628. Beliau adalah seorang dokter Inggris. Selanjutnya,
pada tahun 1706, Raymond de Vieussens, seorang profesor anatomi dari Prancis,
untuk pertama kali menggambarkan struktur ruang dan pembuluh darah jantung.
Setelah pijakan awal yang dirintis
oleh Harvey dan de Vieussens, usaha konkret untuk melakukan kateterisasi
jantung dilakukan oleh Stephen Hales, seorang pendeta sekaligus ilmuwan
Inggris, pada tahun 1711. Beliau melakukan kateterisasi biventrikular pada
kuda. Dua puluh dua tahun kemudian, kira-kira seabad setelah deskripsi
monumental Harvey, Hales untuk pertama kali mengukur tekanan darah arterial. Ini menjadi tonggak penting berikutnya dalam sejarah perkembangan
kateterisasi jantung. Harvey dan Hales telah menjadi tokoh utama pada dua
momen penting yang menjadi milestone tidak hanya perkembangan kateterisasi
tetapi juga kardiologi.
Langkah konkret Hales diikuti oleh
kemunculan tindakan kateterisasi-kateterisasi eksperimental lain pada abad
ke-19. Claude Bernard, seorang peneliti fisiologi ternama dari Prancis,
pada tahun 1844, menggunakan kateter untuk merekam tekanan intrakardiak pada
hewan. Beliaulah yang menciptakan istilah kateterisasi jantung. Pencapaian
ilmiah beliau bersama ilmuwan-ilmuwan lain, seperti Carl Ludwig dan Etienne-Jules
Marey, menjadi tanda adanya masa keemasan perkembangan fisiologi kardiovaskular
pada abad tersebut.
Kateterisasi
jantung manusia semakin berkembang selama abad ke-20. Langkah
dramatis diambil oleh Werner Forssmann pada tahun 1929. Residen bedah
(yang kala itu masih muda) ini melakukan kateterisasi jantung kanan pada
dirinya sendiri di Eberswald, Jerman. Tindakan ini
merupakan kateterisasi pertama pada manusia yang terdokumentasi. Beliau
membius siku kirinya, menyisipkan suatu kateter ke dalam vena antekubitinya,
dan mengonfirmasi posisi ujung kateter di atrium kanan menggunakan radiografi. Tujuan
awalnya adalah menemukan jalur yang efektif dan aman untuk memasukkan
obat-obatan resusitasi jantung. Forssmann lalu mengembangkan
eksperimen-eksperimennya ke arah injeksi media kontras intrakardiak melalui
suatu kateter yang ditempatkan dalam atrium kanan. Kontribusinya tersebut, bersama perkembangan media kontras nontoksik dan
teknik radiologis, telah membuka jalan bagi perkembangan angiografi koroner.
Satu dekade setelah kateterisasi
Forsmann yang fenomenal dan berorientasi terapetik diperkenalkanlah
kateterisasi jantung diagnostik pertama oleh André Cournand dan DickinsonRichards
pada 1941. Mereka menggunakan kateter jantung guna keperluan diagnostik
yaitu untuk mengukur tekanan jantung kanan dan cardiac output. Atas
kerja keras mereka, Forssmann, Cournand, dan Richards dianugerahi
Hadiah Nobel di bidang Kedokteran pada tahun 1956. Pada dekade 1950-an
tersebut, Zimmerman, Cope, Ross, dan ilmuwan-ilmuwan lainnya berhasil
menjelajahi jantung kiri dengan kateter.
Arteriografi koroner selektif diperkenalkan oleh Mason Sones pertama kali pada tahun 1958. Tindakannya ini dilakukan pada lebih dari seribu pasien. Sones lalu memublikasikan penjelasan singkat tentang teknik yang beliau lakukan di Modern Concepts of Cardiovascular Diseases pada tahun 1962. Perkembangan ini menjadi gerbang pembuka suatu periode kemajuan cepat dalam aspek arteriografi koroner selama medio 1960-an.
Arteriografi koroner selektif diperkenalkan oleh Mason Sones pertama kali pada tahun 1958. Tindakannya ini dilakukan pada lebih dari seribu pasien. Sones lalu memublikasikan penjelasan singkat tentang teknik yang beliau lakukan di Modern Concepts of Cardiovascular Diseases pada tahun 1962. Perkembangan ini menjadi gerbang pembuka suatu periode kemajuan cepat dalam aspek arteriografi koroner selama medio 1960-an.
Peristiwa rekanalisasi arteri
perifer dengan kateter secara tidak sengaja oleh Charlos Theodore Dotter pada
1963 makin menegaskan dimulainya era intervensi.4,6 Dotter
sebenarnya hendak melakukan aortogram abdomen pada pasiennya, seorang penderita stenosis arteri
renalis, dengan memasukkan kateter secara perkutan lewat jalur retrograde.
Kateter ini melewati arteri iliaka kanan pasien yang mengalami oklusi sehingga
arteri tersebut mengalami rekanalisasi.
Usaha Sones dan Dotter ini disusul oleh kemunculan metode angiografi koroner femoral perkutan yang dipopulerkan oleh Melvin Judkins (trainee Dotter) dan Amplatz pada tahun 1967. Judkins adalah juga seorang radiolog yang telah mempelajari angiografi koroner bersama Sones. Pada tahun tersebut, Judkins menciptakan sistem pencitraan koroner, memperkenalkan kateter-kateter khusus, dan menyempurnakan pendekatan transfemoral.
Teknik yang lebih mutakhir, yaitu angioplasti dengan balon, diperkenalkan oleh Andreas Gruentzig pada pertengahan dekade 1970-an. Gruentzig juga merintis intervensi-intervensi lain yang berbasis kateter pada dekade tersebut. Rintisan beliau telah membawa kemajuan berarti dalam perbaikan dan pengembangan teknik-teknik kateterisasi.
Sekarang, angiografi koroner serta
intervensi koroner perkutan dilakukan terutama dengan pendekatan arteri radial
serta arteri femoral dan teknik Sones sudah jarang dipakai lagi.
Penemuan Sones, Dotter, dan Gruentzig di atas telah membawa kita pada hari ini dimana telah tersedia “amunisi” lengkap berupa peralatan-peralatan revaskularisasi arteri yang digunakan secara perkutan untuk kondisi klinis yang beraneka ragam.
Di luar ranah intervensi, momentum bersejarah lain dalam kardiologi lahir pada dekade awal abad ke-20, tepatnya tahun 1912, dimana penyakit jantung yang terjadi karena pengerasan arteri-arteri dijelaskan untuk pertama kali oleh seorang dokter Amerika bernama James B. Herrick. Sementara itu, mencuatnya penemuan sinar-X oleh Wilhelm Roentgen pada 1895 memungkinkan studi anatomi jantung untuk dilaksanakan dengan pendekatan baru ini. Penemuan sinar-X ini disusul oleh kemunculan atlas radiografik arteri koroner manusia yang pertama pada 1907. Atlas ini diciptakan dan dipublikasikan oleh dua orang dokter berkebangsaan Jerman, Friedrich Jamin dan Hermann Merkel. Perkembangan dalam aspek teoretis kardiologi dan aspek radiologi tersebut secara tidak langsung juga memengaruhi perkembangan dalam aspek kardiologi intervensional.
Penemuan Sones, Dotter, dan Gruentzig di atas telah membawa kita pada hari ini dimana telah tersedia “amunisi” lengkap berupa peralatan-peralatan revaskularisasi arteri yang digunakan secara perkutan untuk kondisi klinis yang beraneka ragam.
Di luar ranah intervensi, momentum bersejarah lain dalam kardiologi lahir pada dekade awal abad ke-20, tepatnya tahun 1912, dimana penyakit jantung yang terjadi karena pengerasan arteri-arteri dijelaskan untuk pertama kali oleh seorang dokter Amerika bernama James B. Herrick. Sementara itu, mencuatnya penemuan sinar-X oleh Wilhelm Roentgen pada 1895 memungkinkan studi anatomi jantung untuk dilaksanakan dengan pendekatan baru ini. Penemuan sinar-X ini disusul oleh kemunculan atlas radiografik arteri koroner manusia yang pertama pada 1907. Atlas ini diciptakan dan dipublikasikan oleh dua orang dokter berkebangsaan Jerman, Friedrich Jamin dan Hermann Merkel. Perkembangan dalam aspek teoretis kardiologi dan aspek radiologi tersebut secara tidak langsung juga memengaruhi perkembangan dalam aspek kardiologi intervensional.
Penggunaan Klinis
Kemunculan penemuan besar kardiologi
ini telah membantu memecahkan masalah-masalah kardiovaskular. Kateterisasi
jantung dapat diaplikasikan untuk melihat kondisi pembuluh darah koroner
(angiografi koroner) atau kondisi jantung kanan. Berdasarkan executive summary
dari guideline untuk angiografi koroner dari American College of
Cardiology/American Heart Association, penggunaan modalitas ini adalah untuk:
(1) penyakit arteri koroner yang
sudah diketahui atau baru pada level dicurigai,
(2) penyakit jantung valvular
(3) penyakit jantung kongenital
(4) gagal jantung kongestif
(5) kondisi-kondisi lain (yaitu
penyakit yang melibatkan aorta dan kardiomiopati hipertrofik).
Khusus untuk penyakit arteri
koroner, angiografi koroner adalah kriteria standar untuk mendiagnosisnya dan
merupakan metode primer untuk membantu menggambarkan anatomi pembuluh darah koroner.
Pasien dengan dugaan ataupun sudah
diketahui menderita penyakit arteri koroner dapat berada pada kondisi-kondisi:
angina stabil, nyeri dada nonspesifik, angina tidak stabil, mengalami rekurensi
iskemia setelah revaskularisasi, infark miokard akut, dan dalam periode
perioperatif bedah nonkardiak. Biasanya angiografi koroner
direkomendasikan (yaitu dengan kelas rekomendasi I) pada pasien-pasien tersebut
bila: hasil pemeriksaan noninvasifnya menunjukkan risiko tinggi, berada pada
kelas Canadian Cardiovascular Society III-IV dan sedang menjalani terapi medis,
diduga terjadi penutupan mendadak atau trombosis sten subakut setelah
revaskularisasi perkutan, serta berada pada kondisi-kondisi penting lainnya.
Penggunaan kateterisasi jantung
kanan mempunyai beberapa manfaat yaitu:
(1) dapat mendiagnosis pasien dengan
penyakit jantung kongenital dan didapat,
(2) untuk memonitor pasien-pasien
ICU dengan penyakit kardiovaskular signifikan
(3) bila ditempatkan di proksimal
aurikula kanan, kateter ini bisa menjadi jalur yang penting dan aman untuk
pemberian cairan, medikasi, serta nutrisi parenteral
(4) untuk studi-studi fisiologis
mengenai dinamika kardiovaskular pada individu normal dan pasien-pasien dengan penyakit jantung.
Perkembangan Terkini
Hari ini, lebih dari 70 tahun sejak tindakan fenomenal Forsmann mencuat,
intervensi koroner perkutan telah menggeser kedudukan operasi bypass arteri
koroner sehingga menjadi suatu prosedur yang lebih umum di banyak negara.
Frekuensi pelaksanaannya terus bertambah. Tingkat keberhasilannya lebih dari
95% dan risiko terjadinya komplikasi-komplikasi serius pun menurun. Pasien
dapat segera dimobilisasi dan dipulangkan pada hari yang sama atau keesokan
harinya. Stenosis berulang yang menjadi momok sekarang perlahan mulai
berkurang.
Keberhasilan intervensi perkutan
tersebut berkaitan erat dengan perkembangan-perkembangan yang terjadi, antara
lain:
(1) peningkatan mutu dari wire
pemandu intrakoroner dan balon sehingga meningkat pula tingkat keamanan dan
efektivitasnya
(2) peningkatan keragaman balon,
sten, dan peranti lainnya yang dipasang dengan bantuan kateter
(3) penggantian media kontras yang digunakan.
Kemajuan yang terpesat ada dalam hal perkembangan sten. Sten-sten ini terbuat dari tabung baja tahan karat dan mempunyai kekuatan serta kelenturan yang berbeda-beda. Setelah dipotong menggunakan sinar laser, tabung-tabung tersebut dibentuk menjadi bermacam-macam desain sten. Mereka digores secara kimiawi, disepuh secara elektris menjadi hasil akhir yang halus,dan kadang-kadang dilapisi.
Saat ini telah tersedia
bermacam-macam jenis sten. Ada sten biasa yang tidak mengandung obat-obatan.
Sten ini disebut bare-metal stent (BMS). Penemuan BMS ini
merupakan revolusi kedua dalam dunia kardiologi intervensi setelah revolusi
pertama oleh Gruentzig.
Adanya risiko restenosis (sebagai kejadian yang muncul pascapemasangan sten) akibat pertumbuhan jaringan telah melatarbelakangi kemunculan varian sten yang lain yaitu drug-eluting stent (DES). Sten ini mengandung medikasi untuk mencegah atau menghambat perkembangan jaringan. Penggunaannya telah mengurangi kejadian penyempitan ulang dibandingkan penggunaan BMS. Hal ini pertama kali diteliti dalam studi acak yang membandingkan sten yang mengandung sirolimus dengan sten standar (studi RAVEL). Sten, khususnya drug-eluting stent, mengurangi risiko terjadinya stenosis ulang tetapi terkait juga dengan risiko lain, yaitu trombosis sten. Oleh karena itu, terapi dengan anti-platelet ganda tetap diperlukan untuk pasien-pasien yang memakainya.
Adanya risiko restenosis (sebagai kejadian yang muncul pascapemasangan sten) akibat pertumbuhan jaringan telah melatarbelakangi kemunculan varian sten yang lain yaitu drug-eluting stent (DES). Sten ini mengandung medikasi untuk mencegah atau menghambat perkembangan jaringan. Penggunaannya telah mengurangi kejadian penyempitan ulang dibandingkan penggunaan BMS. Hal ini pertama kali diteliti dalam studi acak yang membandingkan sten yang mengandung sirolimus dengan sten standar (studi RAVEL). Sten, khususnya drug-eluting stent, mengurangi risiko terjadinya stenosis ulang tetapi terkait juga dengan risiko lain, yaitu trombosis sten. Oleh karena itu, terapi dengan anti-platelet ganda tetap diperlukan untuk pasien-pasien yang memakainya.
Perkembangan sten berikutnya yang dianggap revolusi keempat adalah penemuan dari bioresorbable vascular scaffold (BVS). Teknologi ini memungkinkan scaffolding sementara dari pembuluh darah untuk mencegah penutupan akut. Obat antiproliferasi tetap dielusikan secara sementara untuk melawan proses remodelling konstriktif dan hiperplasia lapisan intima yang berlebihan. Salah satu keuntungan dari penemuan ini adalah berkurangnya efek samping seperti trombosis sten. Selain itu, scaffolding hanya bersifat sementara sampai pembuluh darah menyembuh. Tidak ada materi asing pemicu potensial untuk trombosis sten (seperti strut yang tidak terendotelialisasi serta polimer-polimer obat) yang menetap dalam jangka waktulama.
Kemajuan lain dicapai dalam hal media kontras dan penerapan teknologi digital untuk angiografi. Dahulu, di awal kemunculannya, prosedur angioplasti menggunakan media kontras yang toksik. Media kontras yang relatif aman kini telah menggantikannya. Sistem angiografi digital adalah kemajuan besar yang melampaui sistem-sistem lama yang berbasis cine.
Selain pada aspek intervensi koroner, perkembangan kateterisasi jantung juga merambah aspek perawatan kritis kardiovaskular. Kateterisasi jantung kanan telah berkembang menjadi kateterisasi arteri pulmonal. Pemeriksaan ini diperkenalkan pertama kali ke unit rawat intensif sekitar 40 tahun yang lalu. Terlepas dari sedikitnya bukti yang ditunjukkan oleh studi-studi acak terkontrol tentang kegunaan klinisnya, kateterisasi arteri pulmonal telah menjadi standar perawatan untuk pasien yang sakit kritis.
Referensi:
1. History of the heart [Internet]. 2013 [cited 2013 Nov
18]. Available from: http://www.fi.edu/learn/heart/history/firsts.html.
2. Braunwald E, Gorlin R, McIntosh HD, Ross RS, Rudolph
AM, Swan HJ. Cooperative study on cardiac catheterization. Summary. Circulation
1968 May;37(5 Suppl): III93-101.
3. Mehta NJ, Khan IA. Cardiology's 10 greatest
discoveries of the 20th century. Tex Heart Inst J 2002;29(3):164–71.
4. Mueller RL, Sanborn TA. The history of interventional
cardiology: cardiac catheterization, angioplasty, and related interventions. Am
Heart J 1995 Jan;129(1):146-72.
5. Bourassa MG. The history of cardiac catheterization.
Can J Cardiol 2005 Oct;21(12):1011- 14.
http://tpkindonesia.blogspot.com/2014/02/kateterisasi-jantung-seuntai-sejarah.html
0 komentar:
Posting Komentar